SALINAN
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 /POJK.03/2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa peningkatan kompetisi di industri jasa
keuangan, mendorong bank untuk melakukan
transformasi dalam menyediakan layanan kepada
masyarakat;
b. bahwa untuk mendorong transformasi layanan bank,
diperlukan dukungan otoritas atas pemanfaatan
teknologi agar menghasilkan inovasi dalam
menciptakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan
nasabah secara dinamis dan tepat sasaran;
c. bahwa sebagai salah satu upaya untuk mendukung
bank dalam menciptakan layanan yang sesuai dengan
kebutuhan nasabah secara dinamis dan tepat sasaran,
diperlukan mekanisme perizinan penyelenggaraan
produk yang mengedepankan prinsip kehati-hatian dan
prinsip perlindungan nasabah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang
Penyelenggaraan Produk Bank Umum.
- 2 -
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4867);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG
PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud
dengan:
1. Bank Umum yang selanjutnya disebut sebagai Bank
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, termasuk
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri dan unit usaha syariah.
- 3 -
2. Produk Bank adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh
Bank dalam bentuk penyelenggaraan produk, layanan,
dan/atau jasa untuk kepentingan nasabah.
3. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang syariah.
4. Rencana Penyelenggaraan Produk Bank yang selanjutnya
disingkat RPPB adalah dokumen yang menjabarkan
rencana penyelenggaraan Produk Bank baru untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun yang dimuat dalam rencana
bisnis bank.
5. Rencana Bisnis Bank adalah rencana bisnis sesuai
dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
rencana bisnis bank.
Pasal 2
(1) Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif
dalam penyelenggaraan Produk Bank.
(2) Produk Bank diselenggarakan dengan memperhatikan
kesesuaian dengan strategi, Rencana Bisnis Bank, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bank yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif
sesuai dengan:
a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
penerapan manajemen risiko bagi bank umum; atau
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
penerapan manajemen risiko bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
Pasal 3
Bank harus memastikan terciptanya konvergensi dalam
penyelenggaraan Produk Bank.
- 4 -
BAB II
PRODUK BANK
Pasal 4
(1) Produk Bank dikelompokkan menjadi:
a. Produk Bank dasar; dan
b. Produk Bank lanjutan.
(2) Produk Bank dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas produk, layanan, dan/atau jasa yang
merupakan kegiatan:
a. penghimpunan dana;
b. penyaluran dana; dan/atau
c. sederhana lain,
yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Produk Bank lanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b merupakan Produk Bank yang:
a. berbasis teknologi informasi;
b. berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan atau
produk lembaga jasa keuangan selain bank;
c. memerlukan persetujuan atau perizinan dari otoritas
lain; dan/atau
d. bersifat kompleks.
(4) Jenis Produk Bank dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam Lampiran I atau Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
(5) Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pertimbangan
tertentu dapat menetapkan Produk Bank lanjutan
menjadi Produk Bank dasar.
Pasal 5
(1) Bank harus mencantumkan rencana penyelenggaraan
Produk Bank baru dalam RPPB.
- 5 -
(2) Pencantuman rencana penyelenggaraan Produk Bank
baru dalam RPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup:
a. Produk Bank dasar; dan/atau
b. Produk Bank lanjutan.
(3) Dalam hal Produk Bank memenuhi kriteria:
a. tidak pernah diselenggarakan sebelumnya oleh
Bank; atau
b. merupakan pengembangan dari Produk Bank yang
mengakibatkan adanya perubahan yang material
terhadap peningkatan eksposur risiko dari Produk
Bank yang telah diselenggarakan sebelumnya,
Produk Bank dikategorikan menjadi Produk Bank baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Bank wajib memiliki mekanisme pengukuran atau
penilaian atas materialitas peningkatan eksposur risiko
dari pengembangan Produk Bank.
(5) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
(6) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan
belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Bank dikenai sanksi administratif berupa:
a. pembekuan Produk Bank tertentu; dan/atau
b. larangan untuk menyelenggarakan Produk Bank
baru.
(7) Dalam hal tidak terdapat rencana Produk Bank baru yang
akan diselenggarakan oleh Bank dalam 1 (satu) tahun
kalender, Bank tetap harus menyampaikan RPPB nihil
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
- 6 -
BAB III
PENGELOLAAN RISIKO PENYELENGGARAAN PRODUK BANK
Pasal 6
Bank memastikan penerapan manajemen risiko, tata kelola,
dan pengendalian internal atas penyelenggaraan Produk Bank
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan penerapan
manajemen risiko, tata kelola, dan pengendalian internal
secara umum.
Pasal 7
(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara
tertulis untuk mengelola risiko yang melekat pada Produk
Bank.
(2) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit mencakup:
a. sistem dan prosedur serta kewenangan dalam
pengelolaan Produk Bank;
b. identifikasi seluruh risiko yang melekat pada Produk
Bank;
c. metode pengukuran dan pemantauan risiko atas
Produk Bank;
d. metode pencatatan akuntansi untuk Produk Bank;
e. analisis aspek hukum Produk Bank; dan
f. transparansi informasi kepada nasabah sesuai
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.
(3) Bank wajib menerapkan kebijakan dan prosedur
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara konsisten
dan berkesinambungan.
(4) Bank wajib melakukan kaji ulang dan pengkinian
kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) secara berkala.
(5) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (3), dan/atau ayat (4), dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
- 7 -
(6) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan
belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (3), dan/atau ayat (4), Bank dikenai sanksi
administratif berupa:
a. pembekuan Produk Bank tertentu;
b. larangan untuk menyelenggarakan Produk Bank
baru; dan/atau
c. penurunan tingkat kesehatan Bank.
Pasal 8
Dalam penyelenggaraan Produk Bank, Bank harus
memperhatikan paling sedikit terkait:
a. kebutuhan nasabah;
b. kecukupan modal;
c. kesiapan infrastruktur pendukung;
d. kesiapan sumber daya manusia;
e. edukasi nasabah; dan
f. kesesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB IV
MEKANISME PENYELENGGARAAN PRODUK BANK BARU
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Produk Bank Dasar Baru
Pasal 9
(1) Bank yang menyelenggarakan Produk Bank dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3), menyampaikan laporan realisasi Produk
Bank dasar baru kepada Otoritas Jasa Keuangan.
- 8 -
(2) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah penyelenggaraan Produk Bank dasar baru disertai
dengan dokumen pendukung.
(3) Alur proses penyampaian laporan realisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
(4) Format laporan realisasi dan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
(5) Bank yang terlambat menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) per hari kerja keterlambatan per laporan dan
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
per laporan.
(6) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tidak menghilangkan kewajiban
penyampaian laporan bagi Bank yang belum
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(7) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) namun:
a. dinilai tidak lengkap; dan/atau
b. tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang
material,
sesuai dengan format yang ditentukan, dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
(8) Bank yang tidak memperbaiki laporan dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan dalam teguran tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
- 9 -
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru
Pasal 10
(1) Bank yang akan menyelenggarakan Produk Bank
lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf b yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3), wajib memperoleh izin dari Otoritas
Jasa Keuangan.
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bank melakukan proyek uji coba terbatas.
(3) Bank yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administratif
berupa teguran tertulis dan denda sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per Produk Bank.
Pasal 11
(1) Bank melakukan proyek uji coba terbatas sesuai dengan
RPPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2) Bank wajib melaporkan rencana pelaksanaan proyek uji
coba terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama
5 (lima) hari kerja sebelum pelaksanaan proyek uji coba
terbatas.
(3) Rencana pelaksanaan proyek uji coba terbatas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit
memuat:
a. jenis Produk Bank lanjutan baru;
b. ruang lingkup proyek uji coba terbatas;
c. jangka waktu pelaksanaan;
d. skenario pelaksanaan; dan
e. pernyataan direksi mengenai tanggung jawab Bank
atas risiko yang timbul selama pelaksanaan proyek
uji coba terbatas yang ditandatangani oleh direktur
yang membawahkan fungsi kepatuhan Bank dan
- 10 -
direktur yang bertanggung jawab atas Produk Bank
lanjutan baru yang akan diselenggarakan.
(4) Bank menetapkan ruang lingkup dan skenario proyek uji
coba terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dengan memperhatikan paling sedikit:
a. kesesuaian dengan tujuan penyelenggaraan Produk
Bank lanjutan baru; dan
b. prinsip perlindungan konsumen.
(5) Selain memperhatikan hal sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Bank yang memanfaatkan teknologi informasi
pada proyek uji coba terbatas perlu memperhatikan
prinsip kehati-hatian dalam penggunaan teknologi
informasi untuk menetapkan ruang lingkup dan skenario
proyek uji coba terbatas.
(6) Muatan pernyataan direksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf e paling sedikit angka 1 sampai dengan
angka 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
romawi IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
(7) Bank yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administratif
berupa teguran tertulis dan denda sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per Produk Bank.
Pasal 12
(1) Bank mengajukan permohonan izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 kepada Otoritas Jasa Keuangan
setelah Bank menyelesaikan seluruh proses proyek uji
coba terbatas.
(2) Bank mengajukan permohonan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebelum penyelenggaraan Produk
Bank lanjutan baru disertai dengan dokumen
permohonan secara lengkap.
(3) Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin atau menolak
permohonan izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan
baru paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
- 11 -
seluruh persyaratan dipenuhi oleh Bank dan dokumen
permohonan diterima secara lengkap oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
(4) Alur proses permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
(5) Format permohonan izin dan dokumen permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
Pasal 13
(1) Berdasarkan pertimbangan tertentu, Bank dapat
mengajukan permohonan izin penyelenggaraan Produk
Bank lanjutan baru tanpa melalui proyek uji coba terbatas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
(2) Dalam hal permohonan izin diajukan tanpa melalui
proyek uji coba terbatas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bank mengajukan permohonan izin
penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru disertai
dengan dokumen permohonan secara lengkap.
(3) Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin atau menolak
permohonan izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan
baru paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan
diterima secara lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Alur proses permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
(5) Format permohonan izin dan dokumen permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
- 12 -
Pasal 14
(1) Bank yang akan menyelenggarakan Produk Bank lanjutan
baru berupa pengembangan Produk Bank lanjutan
berbasis teknologi informasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, dapat dikecualikan dari
pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13.
(2) Dalam hal Bank memenuhi kriteria:
a. memiliki penilaian kualitas penerapan manajemen
risiko secara komposit dengan peringkat 1 (satu) atau
peringkat 2 (dua) berdasarkan penilaian tingkat
kesehatan Bank terakhir;
b. memiliki peringkat faktor good corporate governance
dengan peringkat 1 (satu) atau peringkat 2 (dua)
berdasarkan penilaian tingkat kesehatan Bank
terakhir; dan
c. memiliki infrastruktur teknologi informasi serta
manajemen pengelolaan infrastruktur teknologi
informasi yang memadai,
pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diterapkan.
(3) Bank wajib mengajukan permohonan izin dalam bentuk
pemberitahuan atas rencana penyelenggaraan Produk
Bank lanjutan baru kepada Otoritas Jasa Keuangan
sebelum penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan
dokumen permohonan secara lengkap.
(4) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan tidak menyampaikan
keberatan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja
sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh
Otoritas Jasa Keuangan, izin penyelenggaraan
Produk Bank lanjutan baru yang diajukan oleh Bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara
efektif.
- 13 -
(5) Dalam hal rencana penyelenggaraan Produk Bank
lanjutan baru yang disampaikan memenuhi kriteria
tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang:
a. meminta Bank untuk tetap memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2),
Pasal 11, dan Pasal 12;
b. meminta Bank untuk tetap memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13; atau
c. melarang penyelenggaraan Produk Bank lanjutan
baru.
(6) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
berupa:
a. tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. belum pernah diselenggarakan oleh Bank
sebelumnya; dan/atau
c. menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan
berpotensi menimbulkan risiko yang cukup
signifikan.
(7) Alur proses permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
(8) Format permohonan izin dan dokumen permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
(9) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa teguran
tertulis dan denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) per Produk Bank.
- 14 -
Bagian Ketiga
Dokumen Tambahan dan Batas Waktu Penyelenggaraan
Produk Bank Setelah Memperoleh Izin
Pasal 15
Dalam hal terdapat persyaratan dokumen tambahan atas
penyelenggaraan Produk Bank baru yang diatur secara spesifik
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, selain mengacu
pada persyaratan dokumen dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini, Bank juga harus menyampaikan dokumen
sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 16
(1) Bank harus menyelenggarakan Produk Bank lanjutan
baru paling lama 6 (enam) bulan sejak memperoleh izin
dari Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Apabila Bank tidak menyelenggarakan Produk Bank
lanjutan baru dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
izin diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan, izin Otoritas
Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku.
BAB V
PENGHENTIAN PRODUK BANK
Pasal 17
(1) Penghentian Produk Bank dilakukan atas dasar:
a. inisiatif Bank yang bersangkutan; atau
b. perintah Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Perintah penghentian Produk Bank sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan dengan kriteria:
a. Produk Bank:
1) belum memperoleh izin sebagaimana diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini;
- 15 -
2) tidak sesuai dengan permohonan izin atau
pemberitahuan penyelenggaraan Produk Bank
baru yang disampaikan kepada Otoritas Jasa
Keuangan;
3) tidak sesuai dengan laporan realisasi Produk
Bank;
4) tidak sesuai dengan Prinsip Syariah bagi bank
umum syariah dan unit usaha syariah;
dan/atau
5) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. berdasarkan evaluasi Otoritas Jasa Keuangan,
penyelenggaraan Produk Bank dinilai atau
berpotensi:
1) menimbulkan kerugian yang material dan/atau
signifikan terhadap kondisi keuangan Bank;
2) meningkatkan risiko hukum atau reputasi Bank
secara signifikan karena adanya pengaduan
atau tuntutan dari nasabah; dan/atau
3) berdampak negatif terhadap stabilitas sistem
keuangan;
c. Bank tidak menerapkan manajemen risiko yang
memadai atas Produk Bank yang diselenggarakan;
dan/atau
d. terdapat pertimbangan lain.
(3) Penghentian Produk Bank sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dapat berlaku sementara maupun
permanen berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 18
(1) Bank yang diperintahkan untuk menghentikan
penyelenggaraan Produk Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b wajib:
a. menghentikan penawaran, penjualan dan/atau
perjanjian atau transaksi baru atas Produk Bank;
- 16 -
b. menyampaikan informasi kepada nasabah atas
penghentian Produk Bank; dan
c. menyampaikan rencana tindak kepada Otoritas Jasa
Keuangan atas penghentian Produk Bank paling
lama 1 (satu) bulan sejak Bank diperintahkan untuk
menghentikan penyelenggaraan Produk Bank dan
mengimplementasikan rencana tindak.
(2) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
(3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bank dikenai sanksi administratif berupa:
a. larangan untuk menyelenggarakan Produk Bank
baru; dan/atau
b. penurunan tingkat kesehatan Bank.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 19
(1) Bank wajib menyampaikan RPPB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (7) paling lambat
pada akhir bulan November sebelum tahun rencana
penyelenggaraan Produk Bank.
(2) Bank dapat melakukan perubahan RPPB yang telah
disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
banyak 3 (tiga) kali, paling lambat pada akhir bulan Maret,
bulan Juni, dan bulan September tahun berjalan.
(3) Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank untuk
melakukan penyesuaian terhadap RPPB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
- 17 -
(4) Format RPPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini.
Pasal 20
(1) Bank menyampaikan RPPB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 secara daring melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan untuk laporan tidak terstruktur.
(2) Tata cara penyampaian RPPB secara daring sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaporan
bank melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Penyampaian RPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui sistem elektronik Otoritas Jasa
Keuangan untuk laporan tidak terstruktur dengan tujuan:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor
Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi
Bank yang berkantor pusat di wilayah provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi
Banten; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi Banten.
Pasal 21
(1) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi Produk Bank
lanjutan baru paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
Produk Bank lanjutan baru diselenggarakan.
(2) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat informasi dan penjelasan
mengenai:
a. jenis dan nama Produk Bank lanjutan baru;
b. tanggal penerbitan Produk Bank lanjutan baru; dan
- 18 -
c. kesesuaian antara implementasi dan izin atas Produk
Bank lanjutan baru yang diselenggarakan.
(3) Jangka waktu penyampaian laporan realisasi Produk
Bank lanjutan baru berupa kegiatan berbasis teknologi
informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penyelenggaran layanan
perbankan digital oleh bank umum dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai layanan keuangan
tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif.
(4) Muatan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penyelenggaran layanan
perbankan digital oleh bank umum dan ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai layanan keuangan
tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif.
Pasal 22
(1) Bank mencantumkan Produk Bank yang dihentikan
selama tahun berjalan dalam laporan realisasi
penghentian Produk Bank.
(2) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi penghentian
Produk Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
triwulanan untuk posisi bulan Maret, bulan Juni, bulan
September, dan bulan Desember, paling lambat setiap
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah akhir
bulan laporan.
(3) Format laporan realisasi penghentian Produk Bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
Pasal 23
(1) Bank menyampaikan:
a. permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (2) atau Pasal 13 ayat (2); atau
- 19 -
b. pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (3);
disertai dengan surat pernyataan yang ditandatangani
oleh direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan Bank
dan direktur yang bertanggung jawab atas Produk Bank
yang akan diselenggarakan.
(2) Penyampaian:
a. permohonan izin atau pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1);
b. laporan realisasi Produk Bank dasar baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2);
c. laporan realisasi Produk Bank lanjutan baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1); dan
d. laporan realisasi penghentian Produk Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2),
dilakukan secara daring melalui sistem perizinan dan
registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Dalam hal sarana penyampaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) belum tersedia, penyampaian dilakukan
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan untuk
laporan tidak terstruktur kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor
Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi
Bank yang berkantor pusat di wilayah provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi
Banten; atau
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi Banten.
(4) Format surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini.
- 20 -
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian
permohonan izin atau pemberitahuan serta penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 24
(1) Dalam hal terdapat pengembangan teknologi informasi
atas rencana penyelenggaraan Produk Bank lanjutan
berupa kegiatan berbasis teknologi informasi, Bank harus
menyesuaikan laporan rencana pengembangan teknologi
informasi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko dalam
penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.
(2) Dalam hal terdapat kebutuhan, Bank dapat melakukan
perubahan atas laporan rencana pengembangan teknologi
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
banyak 3 (tiga) kali, paling lambat pada akhir bulan Maret,
bulan Juni, dan bulan September tahun berjalan.
(3) Mekanisme dan tata cara penyampaian rencana
pengembangan teknologi informasi beserta perubahannya
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko dalam
penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.
Pasal 25
(1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 21
ayat (1), dan/atau Pasal 22 ayat (2), dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) per hari kerja keterlambatan per laporan dan
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
per laporan.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban
penyampaian laporan bagi Bank yang belum
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam
- 21 -
Pasal 19 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), dan/atau Pasal 22
ayat (2).
(3) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),
dan/atau Pasal 22 ayat (2), namun:
a. dinilai tidak lengkap; dan/atau
b. tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang
material,
sesuai dengan format yang ditentukan, dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
(4) Bank yang tidak memperbaiki laporan dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan dalam teguran tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
BAB VII
PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN/ATAU PEMENUHAN
PRINSIP SYARIAH
Pasal 26
(1) Bank wajib menerapkan prinsip perlindungan konsumen
dalam penyelenggaraan Produk Bank sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.
(2) Bank wajib memiliki fungsi dan mekanisme penanganan
setiap pertanyaan dan/atau pengaduan dari nasabah
yang beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam dalam
sehari.
(3) Mekanisme dan tata cara penerapan prinsip perlindungan
konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen
sektor jasa keuangan.
- 22 -
Pasal 27
(1) Bank umum syariah dan unit usaha syariah wajib
menerapkan Prinsip Syariah dalam menyelenggarakan
Produk Bank.
(2) Pemenuhan penerapan Prinsip Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus didukung dengan:
a. fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia yang menjadi dasar penyelenggaraan
Produk Bank atau surat dari Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia yang ditujukan kepada
Bank dalam hal fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia belum tersedia; dan
b. opini dari dewan pengawas syariah Bank terhadap
Produk Bank baru.
(3) Opini dari dewan pengawas syariah Bank terkait Produk
Bank baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
paling sedikit:
a. Produk Bank baru mendasarkan pada fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia;
b. kesesuaian Produk Bank baru dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, paling
sedikit mencakup:
1) akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-
unsur dalam akad yang digunakan;
2) obyek transaksi dan tujuan penggunaan;
3) kesesuaian penetapan bonus/nisbah bagi hasil/
margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan,
termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang
terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah untuk
produk penyaluran dana;
4) penetapan biaya administrasi; dan
5) penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau
ganti rugi, potongan, pelunasan dipercepat, dan
perlakuan terhadap agunan, apabila ada;
c. standar operasional prosedur Produk Bank baru
terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; dan
- 23 -
d. hasil kaji ulang terhadap konsep
akad/perjanjian/formulir aplikasi Produk Bank baru
terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah.
(4) Format opini dari dewan pengawas syariah Bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
Pasal 28
(1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), dan/atau Pasal
27 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
(2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), dan/atau
Pasal 27 ayat (1), Bank dikenai sanksi administratif
berupa:
a. pembekuan Produk Bank tertentu;
b. larangan untuk menyelenggarakan Produk Bank
Baru; dan/atau
c. penurunan tingkat kesehatan Bank.
BAB VIII
MEKANISME PENYELENGGARAN KEGIATAN YANG
DILAKUKAN UNTUK KEPENTINGAN BANK SENDIRI
Pasal 29
(1) Bank dapat menyelenggarakan kegiatan yang dilakukan
Bank untuk kepentingan Bank sendiri, bukan untuk
kepentingan nasabah.
(2) Kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan Bank sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. kegiatan yang berhubungan dengan penerapan
manajemen risiko;
- 24 -
b. kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan
strategi penempatan dana; dan/atau
c. kegiatan lainnya yang mendukung kelangsungan
bisnis Bank.
(3) Dalam hal terdapat pengaturan khusus dalam ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan di sektor perbankan mengenai
mekanisme pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), mekanisme pelaksanaan sesuai dengan
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Bank yang akan menyelenggarakan kegiatan yang
dilakukan oleh Bank untuk kepentingan Bank sendiri
yang dapat mempengaruhi komposisi kepemilikan
dan/atau permodalan Bank, wajib mengajukan
permohonan izin disertai dengan dokumen permohonan
secara lengkap.
(5) Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin atau menolak
permohonan izin penyelenggaraan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) paling lama 14 (empat belas)
hari kerja setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan
dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
(6) Bank yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif
berupa teguran tertulis dan denda sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per kegiatan
Bank.
Pasal 30
(1) Kegiatan yang dilakukan oleh Bank untuk kepentingan
Bank sendiri selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (3) dan/atau Pasal 29 ayat (4) wajib
dilaporkan pada saat Bank pertama kali melakukan
kegiatan dimaksud paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
pelaksanaan.
- 25 -
(2) Bank yang terlambat menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) per hari kerja keterlambatan per laporan dan
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
per laporan.
(3) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) namun:
a. dinilai tidak lengkap; dan/atau
b. tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang
material,
sesuai dengan format yang ditentukan, dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
(4) Bank yang tidak memperbaiki laporan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan dalam teguran tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
Pasal 31
(1) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (4) atau laporan untuk kegiatan yang dilakukan oleh
Bank untuk kepentingan Bank sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) disampaikan secara
daring melalui sistem perizinan dan registrasi terintegrasi
Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Dalam hal sarana penyampaian permohonan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia,
penyampaian dilakukan melalui sistem elektronik
Otoritas Jasa Keuangan untuk laporan tidak terstruktur
kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor
Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi
Bank yang berkantor pusat di wilayah provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi
Banten; atau
- 26 -
b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor
Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi Banten.
(3) Format dan dokumen permohonan izin atau laporan
kegiatan yang dilakukan oleh Bank untuk kepentingan
Bank sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (4) atau Pasal 30 ayat (1) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan
izin atau penyampaian laporan untuk kegiatan yang
dilakukan Bank untuk kepentingan Bank sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32
Bank menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan
Produk Bank dalam Rencana Bisnis Bank dengan cakupan
sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
rencana bisnis bank.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku:
1. Terhadap proses penyelenggaraan Produk Bank
dasar baru atau Produk Bank lanjutan baru yang sedang
diajukan sebelum berlakunya Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini, proses penyelenggaraan Produk Bank dasar
baru atau Produk Bank lanjutan baru tetap dilakukan
- 27 -
sesuai dengan pengaturan penyelenggaraan Produk Bank
yang terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Prosedur penyelenggaraan Produk Bank baru mengacu
pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
Pasal 34
Bank menyampaikan RPPB pertama kali bersamaan dengan
penyampaian Rencana Bisnis Bank tahun 2022.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:
a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
mengenai penyelenggaraan Produk Bank yang diatur
secara khusus dan ketentuan pelaksanaannya; dan
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 289, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5771);
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
ini.
Pasal 36
Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku,
Pasal 30 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen
Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5963) sepanjang berkaitan dengan perubahan laporan
rencana pengembangan teknologi informasi atas rencana
penyelenggaraan Produk Bank lanjutan berupa kegiatan
- 28 -
berbasis teknologi informasi, dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku.
Pasal 37
Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:
a. Pasal 16 dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5841);
b. Pasal 33 dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 16/POJK.03/2017 tentang Bank Perantara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6040);
c. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 24 dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko
bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5861);
d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta
Pelayanan Jasa Bank Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 165 DPbS, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4793)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan
atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta
Pelayanan Jasa Bank Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 136 DPbS, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896) dan
ketentuan pelaksanaan eksternal; dan
- 29 -
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Mufli Asmawidjaja
e. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 38
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku setelah 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2021
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIMBOH SANTOSO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2021
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 164
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 /POJK.03/2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM
I. UMUM
Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu motor
penggerak perubahan bagi bisnis pada hampir seluruh industri
termasuk industri perbankan di Indonesia. Dengan pesatnya
perkembangan teknologi informasi tersebut, perilaku dan cara pandang
masyarakat dalam menggunakan layanan keuangan juga mengalami
pergeseran. Masyarakat menuntut adanya layanan untuk memenuhi
kebutuhannya secara mudah, cepat, dan aman. Perkembangan
teknologi informasi pula yang kemudian mendorong kemunculan
industri baru seperti teknologi finansial yang menawarkan layanan
keuangan dengan memanfaatkan teknologi informasi pada bisnis yang
sama dengan Bank, antara lain jasa pembayaran dan penyaluran kredit
atau pembiayaan. Keberadaan teknologi finansial tersebut membuat
ruang kompetisi dalam industri jasa keuangan menjadi semakin ketat
dan pada akhirnya agar Bank tidak ditinggalkan oleh nasabah, Bank
harus segera berbenah sehingga dapat menyediakan layanan kepada
masyarakat dengan cepat pada saat yang diperlukan.
Untuk dapat mempertahankan eksistensinya, Bank harus
melakukan peningkatan kualitas pelayanan secara berkelanjutan
dengan melakukan transformasi layanan. Hal tersebut diperlukan
mengingat tingginya variasi kebutuhan masyarakat sehingga Bank
- 2 -
dituntut untuk dapat merespon kebutuhan dengan cepat, agar layanan
Bank menjadi tepat sasaran. Untuk mewujudkan hal tersebut
transformasi Bank perlu diikuti dengan adanya perubahan model bisnis
Bank dalam menghasilkan inovasi Produk Bank. Oleh karena itu,
ketentuan terkait penyelenggaraan Produk Bank yang semula dikaitkan
dengan modal inti Bank perlu disesuaikan menjadi pendekatan yang
berorientasi pada kebutuhan nasabah dengan tetap memperhatikan
kemampuan permodalan dan pengelolaan risiko.
Di sisi lain, upaya percepatan penyelenggaraan Produk Bank juga
perlu didukung dengan proses perizinan yang lebih cepat. Untuk
mewujudkan hal tersebut, selain penguatan dari sisi pengawasan,
diperlukan pula penguatan dari sisi Bank dalam mengelola risiko atas
keseluruhan proses dalam penyelenggaraan Produk Bank dengan tetap
memperhatikan aspek perlindungan nasabah.
Dalam penyelenggaraan Produk Bank tersebut, Otoritas Jasa
Keuangan kemudian membuka ruang yang lebih lebar bagi industri
perbankan untuk dapat cepat berinovasi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat melalui mekanisme perizinan yang lebih transparan dan
cepat. Dengan dibukanya ruang inovasi tersebut Bank kemudian dapat
melakukan uji coba sebelum Produk Bank diluncurkan dengan
tanggung jawab tetap melekat pada Bank.
Dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, industri
perbankan di Indonesia diharapkan dapat memiliki daya saing yang
lebih tinggi, baik di tingkat nasional maupun global. Peningkatan daya
saing tersebut juga diikuti dengan peningkatan tanggung jawab Bank
atas penyelenggaraan Produk Bank, sehingga setiap inovasi atas Produk
Bank dapat dipertanggungjawabkan (responsible innovation).
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Penerapan manajemen risiko secara efektif dilaksanakan
sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
- 3 -
penerapan manajemen risiko bagi bank umum atau Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen
risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan “konvergensi dalam penyelenggaraan
Produk Bank” adalah kondisi dimana setiap pihak, fungsi, atau
proses dalam penyelenggaraan Produk Bank terkoordinasi dengan
baik sehingga penyelenggaraan Produk Bank dapat
dipertanggungjawabkan.
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Produk Bank lanjutan merupakan Produk Bank selain
Produk Bank dasar.
Ayat (2)
Huruf a
Produk Bank dasar yang terkait dengan kegiatan
penghimpunan dana antara lain giro, tabungan, dan
deposito.
Huruf b
Produk Bank dasar yang terkait dengan kegiatan
penyaluran dana antara lain kredit atau pembiayaan,
anjak piutang, pemberian garansi, dan pembiayaan
perdagangan.
Huruf c
Produk Bank dasar yang terkait dengan kegiatan
sederhana antara lain transfer dana, uang elektronik,
layanan keuangan digital, alat pembayaran menggunakan
kartu, traveller’s cheque, cash management, safe deposit
- 4 -
box, jual beli uang kertas asing, transaksi derivatif yang
bersifat sederhana atau standar (plain vanilla), agen
penjualan surat berharga negara, bancassurance model
bisnis referensi, dan layanan nasabah prima.
Ayat (3)
Huruf a
Produk Bank yang berbasis teknologi informasi antara
lain layanan perbankan elektronik, layanan perbankan
digital, dan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka
keuangan inklusif.
Huruf b
Produk Bank yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kegiatan atau produk lembaga jasa keuangan selain bank
antara lain bancassurance model bisnis distribusi,
bancassurance model bisnis integrasi, kustodian, wali
amanat, agen penjual efek reksa dana, agen perantara
pedagang efek, dan perantara pedagang efek bersifat
utang dan sukuk.
Huruf c
Produk Bank yang memerlukan persetujuan atau
perizinan dari otoritas lain antara lain penyelenggara
kliring dan penyelenggara settlement.
Huruf d
Produk Bank yang bersifat kompleks merupakan Produk
Bank lanjutan yang tidak termasuk dalam Produk Bank
pada huruf a, huruf b, dan huruf c, antara lain transaksi
derivatif kompleks, structured product, dan trust.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Kriteria penetapan Produk Bank lanjutan menjadi Produk
Bank dasar antara lain tingkat risiko Produk Bank.
Pasal 5
Ayat (1)
RPPB merupakan dasar Bank dalam melakukan proses
penyelenggaraan Produk Bank baru.
- 5 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Termasuk dalam kriteria tidak pernah diselenggarakan
sebelumnya yaitu Produk Bank yang telah
diselenggarakan oleh Bank lain namun belum pernah
diselenggarakan oleh Bank yang bersangkutan.
Termasuk dalam kriteria tidak pernah diselenggarakan
sebelumnya oleh unit usaha syariah yaitu Produk Bank
yang telah diselenggarakan oleh bank umum
konvensional yang memiliki unit usaha syariah namun
belum pernah diselenggarakan oleh unit usaha syariah.
Huruf b
Termasuk dalam pengembangan yaitu kombinasi maupun
variasi dari Produk Bank.
Perubahan yang material dapat berupa hal yang secara
substansi mengubah kualitas atau karakteristik risiko
yang mendasari Produk Bank yang ada.
Ayat (4)
Mekanisme pengukuran atau penilaian atas materialitas
peningkatan eksposur risiko digunakan oleh Bank dalam
menentukan Produk Bank yang direncanakan termasuk dalam
Produk Bank baru.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 6
Penerapan manajemen risiko, tata kelola, dan pengendalian internal
dilaksanakan antara lain sesuai dengan:
a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum;
- 6 -
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah;
c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata
kelola bagi bank umum; dan/atau
d. ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Kaji ulang dan pengkinian kebijakan dan prosedur dilakukan
dengan mempertimbangkan adanya perubahan kondisi
internal maupun eksternal Bank.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 8
Hal yang perlu diperhatikan Bank dalam penyelenggaraan Produk
Bank dimulai sejak perencanaan hingga implementasinya.
Huruf a
Penyelenggaraan Produk Bank didasari oleh kebutuhan
nasabah yang harus dipenuhi dan dapat memberikan nilai
tambah bagi nasabah.
Huruf b
Kecukupan permodalan tidak dimaksudkan untuk membatasi
penyelenggaraan Produk Bank dengan mengaitkan pada modal
tertentu, namun hal ini diperlukan untuk menyerap risiko
yang mungkin timbul atas penyelenggaraan Produk Bank.
- 7 -
Huruf c
Bank memastikan antara lain kecukupan dan keamanan
sistem dan infrastruktur teknologi informasi yang diperlukan
untuk mendukung penyelenggaraan Produk Bank.
Huruf d
Bank memastikan pegawai yang terlibat dalam proses
penyelenggaraan Produk Bank telah memahami kebijakan dan
prosedur Bank, memiliki kompetensi yang sesuai, dan
memiliki pemahaman yang baik atas Produk Bank termasuk
risikonya.
Huruf e
Bank memastikan calon nasabah atau nasabah paling kurang
memperoleh informasi mengenai Produk Bank, risiko Produk
Bank, serta hak dan kewajiban calon nasabah atau nasabah.
Huruf f
Ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain
mengenai:
1) persyaratan bank umum untuk melakukan kegiatan
usaha dalam valuta asing;
2) produk, layanan, dan/atau jasa tertentu yang diatur
secara khusus;
3) penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan; dan
4) penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi
informasi oleh bank umum.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Proyek uji coba terbatas (piloting review) merupakan sarana
yang digunakan Bank untuk melakukan serangkaian kegiatan
dalam mempersiapkan penyelenggaraan Produk Bank lanjutan
baru yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.
- 8 -
Dalam proyek uji coba terbatas ini, Otoritas Jasa Keuangan
berperan aktif untuk melakukan evaluasi dan memberikan
rekomendasi atas penyelenggaraan proyek uji coba terbatas
Bank (proof of concept).
Peran aktif Otoritas Jasa Keuangan bertujuan untuk
membuktikan bahwa konsep Produk Bank lanjutan baru yang
diujicobakan layak untuk diselenggarakan. Peran aktif
tersebut dilakukan untuk memastikan proyek uji coba terbatas
yang dijalankan telah sesuai dengan RPPB dan Produk Bank
lanjutan baru siap untuk diimplementasikan.
Evaluasi dan rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan mencakup
antara lain ruang lingkup uji coba, kesiapan infrastruktur dan
sumber daya Bank, kendala yang dihadapi, temuan
permasalahan, langkah mitigasi risiko yang dilakukan, dan
penyelesaian permasalahan.
Bank melakukan tindak lanjut atas rekomendasi yang
diberikan Otoritas Jasa Keuangan pada saat evaluasi atas
penyelenggaraan proyek uji coba terbatas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Dalam proyek uji coba terbatas, Bank perlu memastikan
nasabah dan/atau calon nasabah mengetahui bahwa Produk
Bank lanjutan baru yang digunakan merupakan Produk Bank
lanjutan baru yang sedang diujicobakan dan belum
memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ruang lingkup proyek uji coba terbatas antara lain target
pengguna, lokasi atau wilayah uji, dan limit transaksi.
- 9 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penetapan ruang lingkup dan skenario proyek uji coba terbatas
bertujuan agar Bank dapat memperkirakan risiko yang
mungkin timbul terutama terkait dengan risiko operasional
dan risiko reputasi Bank.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Termasuk dalam proses proyek uji coba terbatas yaitu kegiatan
proof of concept atas penyelenggaraan proyek uji coba terbatas.
Ayat (2)
Termasuk dokumen permohonan untuk permohonan izin
dengan proyek uji coba terbatas yaitu dokumen tambahan
yang diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan pada saat
pelaksanaan proyek uji coba terbatas. Contoh:
a. dokumen perjanjian antara nasabah dan Bank terkait
pelaksanaan proyek uji coba terbatas; dan
b. analisis serta identifikasi risiko siber dari satuan kerja
manajemen risiko atas Produk Bank lanjutan baru yang
dilakukan uji coba terbatas.
Ayat (3)
Dokumen permohonan diterima secara lengkap meliputi
jumlah dan muatan pada dokumen yang sesuai dengan
persyaratan.
- 10 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Pertimbangan tertentu meliputi:
a. Produk Bank lanjutan baru yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kegiatan atau produk lembaga jasa
keuangan selain bank dan wajib memperoleh izin terlebih
dahulu dari otoritas terkait atas kegiatan dimaksud;
b. Produk Bank lanjutan baru merupakan produk, layanan,
dan/atau jasa untuk pelaksanaan program pemerintah;
dan/atau
c. Bank dapat membuktikan bahwa penyelenggaraan
Produk Bank lanjutan baru tidak memerlukan proses uji
coba terbatas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Penilaian peringkat kualitas penerapan manajemen risiko
yang digunakan merupakan hasil penilaian oleh Otoritas
Jasa Keuangan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi
bank umum atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
- 11 -
mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
Huruf b
Penilaian peringkat faktor good corporate governance yang
digunakan merupakan hasil penilaian oleh Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penerapan tata kelola bagi bank
umum atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai good corporate governance bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
Huruf c
Infrastruktur teknologi informasi serta manajemen
pengelolaan infrastruktur teknologi informasi yang
memadai yaitu infrastruktur teknologi informasi serta
manajemen pengelolaan infrastruktur teknologi informasi
telah memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai penerapan manajemen risiko dalam
penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berlakunya perizinan secara efektif dalam jangka waktu 10
(sepuluh) hari kerja (instant approval) merupakan bentuk
insentif perizinan dari Otoritas Jasa Keuangan bagi Bank yang
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
- 12 -
Pasal 15
Contoh persyaratan dokumen tambahan yang wajib disampaikan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai penyelenggaraan layanan perbankan digital oleh bank
umum antara lain:
a. uraian mengenai mekanisme kerja sama yang dilakukan
dengan mitra Bank dalam rangka penyelenggaraan layanan
perbankan digital oleh bank umum; dan
b. hasil pemeriksaan pihak independen yang memberikan
pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan
pengamanan sistem teknologi informasi terkait
penyelenggaraan layanan perbankan digital oleh bank umum.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1)
Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang
material dan/atau signifikan terhadap kondisi
keuangan Bank antara lain dapat disebabkan oleh
risiko reputasi dan risiko pasar dari penyelenggaraan
Produk Bank.
Angka 2)
Cukup jelas.
Angka 3)
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
- 13 -
Huruf d
Pertimbangan lain antara lain potensi timbulnya
hambatan dalam proses pengawasan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Rencana tindak antara lain:
1. penyelesaian kewajiban kepada nasabah Bank;
2. penyempurnaan Produk Bank; dan
3. tindakan lain yang diperlukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Perubahan RPPB tetap perlu memperhatikan kesesuaian
dengan Rencana Bisnis Bank sesuai dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana bisnis bank yang
telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
- 14 -
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh:
Pada tanggal 1 Desember 2021, Bank EMH menyelenggarakan
layanan perbankan digital baru. Berdasarkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggaraan layanan
perbankan digital bagi bank umum, penyampaian laporan
realisasi layanan perbankan digital adalah 3 (tiga) bulan
setelah implementasi. Dengan demikian, batas waktu
penyampaian laporan realisasi penyelenggaraan layanan
perbankan digital baru bagi Bank EMH bukan pada tanggal 8
Desember 2021, melainkan pada tanggal 1 Maret 2022.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan realisasi penghentian Produk Bank hanya
disampaikan apabila Bank memiliki Produk Bank yang
dihentikan pada periode dalam triwulan tertentu.
Laporan realisasi penghentian Produk Bank merupakan
laporan yang terpisah dari laporan realisasi Rencana Bisnis
Bank namun penyampaiannya dilakukan pada waktu yang
sama.
Ayat (3)
Cukup jelas.
- 15 -
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan sarana penyampaian belum tersedia
termasuk dalam hal sistem elektronik telah tersedia namun
belum dapat menerima permohonan izin, pemberitahuan,
laporan realisasi Produk Bank dasar baru, laporan realisasi
Produk Bank lanjutan baru, dan/atau laporan realisasi
penghentian Produk Bank.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Fungsi dan mekanisme setiap pertanyaan dan/atau
pengaduan nasabah dapat difasilitasi melalui media antara
lain telepon, surat elektronik, mesin penjawab otomatis, dan
dokumen surat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 16 -
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Opini dari dewan pengawas syariah Bank yaitu opini yang
antara lain mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia dan ketentuan yang mengatur
mengenai pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
usaha bank umum syariah dan unit usaha syariah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan Bank
sendiri:
a. sekuritisasi aset;
b. transaksi derivatif untuk kepentingan Bank;
c. pinjaman yang diterima;
d. pembelian atau penjualan surat berharga;
e. penempatan pada Bank Indonesia;
f. penempatan pada bank lain;
g. penerbitan surat utang; dan/atau
h. penyertaan modal.
Ayat (3)
Contoh:
1. Bank IRM yang hendak melakukan sekuritisasi aset
sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai prinsip kehati-hatian dalam aktivitas
sekuritisasi aset bagi bank umum dapat dilakukan setelah
- 17 -
Bank IRM memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
2. Bank AMT yang hendak melakukan penyertaan modal
sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan
penyertaan modal dapat dilakukan setelah Bank AMT
memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (4)
Contoh kegiatan yang dilakukan oleh Bank untuk kepentingan
Bank sendiri yang dapat mempengaruhi komposisi
kepemilikan dan/atau permodalan Bank antara lain
penerbitan surat utang.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Contoh kegiatan:
a. pinjaman yang diterima;
b. pembelian atau penjualan surat berharga;
c. penempatan pada Bank Indonesia; atau
d. penempatan pada bank lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
- 18 -
Pasal 33
1. Contoh pengaturan penyelenggaraan Produk Bank antara lain:
a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan
usaha bank umum berdasarkan modal inti;
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum atau Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen
risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah;
c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai produk dan
aktivitas bank syariah dan unit usaha syariah;
d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
penyelenggaraan layanan perbankan digital oleh bank
umum; dan
e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan
usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan (trust).
2. Contoh:
a. Prosedur permohonan izin kegiatan trust sebagai Produk
Bank baru sebelum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
berlaku, dilakukan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai kegiatan usaha bank berupa
penitipan dengan pengelolaan (trust) dengan tahapan
pemberian izin berupa persetujuan prinsip dan surat
penegasan. Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
ini berlaku, prosedur penyelenggaraan kegiatan trust
sebagai Produk Bank baru mengacu pada mekanisme
penyelenggaraan Produk Bank baru yang diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
b. Prosedur permohonan izin layanan nasabah prima
sebagai Produk Bank baru sebelum Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini berlaku, dilakukan sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
manajemen risiko pada bank umum yang melakukan
layanan nasabah prima yang memerlukan persetujuan
terlebih dahulu. Pada saat Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini berlaku, prosedur penyelenggaraan layanan
nasabah prima sebagai Produk Bank baru mengacu pada
- 19 -
mekanisme penyelenggaraan Produk Bank baru yang
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
Pasal 34
RPPB dan Rencana Bisnis Bank tahun 2022 disampaikan secara
bersamaan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat bulan
November 2021.
Pasal 35
Huruf a
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Produk Bank yang diatur secara khusus,
antara lain Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai:
1. penyelenggaraan layanan perbankan digital bagi bank
umum;
2. penerapan manajemen risiko pada bank umum yang
melakukan layanan nasabah prima; dan
3. kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan
pengelolaan (trust).
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6701
LAMPIRAN I
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 /POJK.03/2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN PRODUK BANK
UMUM
PRODUK BANK DASAR BANK UMUM KONVENSIONAL
I. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Penghimpunan Dana
No.
Produk Bank
Definisi atau Karakteristik Umum
1.
Giro
Jenis produk simpanan yang penarikan
dananya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, dan/atau sarana
perintah pembayaran lainnya atau dengan
pemindahbukuan.
2.
Tabungan
Jenis produk simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat
yang disepakati antara Bank dengan nasabah,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet
giro, dan/atau alat yang dipersamakan dengan
itu.
3.
Deposito
Jenis produk simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
sesuai dengan perjanjian antara Bank dengan
nasabah, berupa antara lain deposito
berjangka, deposito on call dan sertifikat
deposito (Negotiable Certificate Deposit/NCD).
II. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Penyaluran Dana
No.
Produk Bank
1.
Kredit
- 31 -
No.
Produk Bank
2.
Anjak
piutang
3.
Pemberian
Garansi
4.
Pembiayaan
perdagangan
- 32 -
No.
Produk Bank
- 33 -
III. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Sederhana Lain
No.
Produk Bank
Definisi dan Karakteristik Umum
1.
Jual beli uang
kertas asing
(Bank Notes)
Kegiatan penjualan atau pembelian uang
kertas asing.
Uang kertas asing adalah uang kertas dalam
valuta asing yang resmi diterbitkan oleh
suatu negara di luar Indonesia yang diakui
sebagai alat pembayaran yang sah negara
yang bersangkutan (legal tender).
2.
Transaksi
Derivatif yang
bersifat plain
vanilla
Transaksi derivatif yang bersifat plain
vanilla merupakan instrumen keuangan
yang transaksinya dilakukan berdasarkan
nilai aset keuangan yang mendasari
(underlying assets) dan umumnya
dilakukan untuk spekulasi, jual beli
(trading) atau lindung nilai.
Derivatif yang termasuk plain vanilla adalah
forward contract, future contract, option,
swap yang umumnya hanya mempunyai 1
(satu) underlying asset dan diterbitkan
dengan fitur jatuh tempo, strike-price,
dan/atau pembayaran (pay-off) yang
sederhana atau standar.
3.
Agen Penjualan
Surat Berharga
Negara (SBN)
Bank sebagai agen penjualan SBN kepada
nasabahnya, antara lain penjualan Surat
Utang Negara (SUN).
4.
Transfer dana
Bank yang menyelenggarakan kegiatan
transfer dana yaitu kegiatan yang dimulai
dengan perintah dari pengirim asal yang
bertujuan memindahkan sejumlah dana
kepada penerima yang disebutkan dalam
perintah transfer dana sampai dengan
diterimanya dana oleh penerima.
- 34 -
No.
Produk Bank
Definisi dan Karakteristik Umum
5.
Alat Pembayaran
Menggunakan
Kartu (APMK)
Bank yang menyelenggarakan kegiatan
APMK berupa kartu kredit, kartu Automated
Teller Machine (ATM), dan/atau kartu debet.
Yang termasuk dalam penyelenggaraan
APMK dasar adalah Bank sebagai penerbit
dan/atau acquirer.
6.
Uang elektronik
Penyelenggara alat pembayaran yang
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) diterbitkan atas dasar nilai uang yang
disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
2) nilai uang disimpan secara elektronik
dalam suatu media seperti server atau
chip;
3) digunakan sebagai alat pembayaran
kepada pedagang yang bukan
merupakan penerbit uang elektronik
tersebut; dan
4) nilai uang elektronik yang dikelola oleh
penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai perbankan.
7.
Layanan
Keuangan
Digital
Layanan jasa sistem pembayaran dan
keuangan yang dilakukan oleh Bank yang
menerbitkan uang elektronik melalui kerja
sama dengan pihak ketiga serta
menggunakan sarana dan perangkat
teknologi berbasis mobile maupun berbasis
web untuk keuangan inklusif.
8.
Safe deposit box
Jasa penyewaan kotak penyimpanan harta
atau surat berharga dalam ruang khasanah
Bank.
9.
Traveller’s
cheque
Penerbitan cek perjalanan dalam valuta
asing yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran. Bank yang dapat menerbitkan
traveller’s cheque yaitu Bank yang telah
- 35 -
No.
Produk Bank
Definisi dan Karakteristik Umum
memperoleh izin untuk melakukan kegiatan
usaha dalam valuta asing.
10.
Cash
Management
Jasa atau layanan pengelolaan kas yang
diberikan kepada nasabah yang memiliki
simpanan pada Bank, dimana setiap
transaksi dilakukan berdasarkan perintah
nasabah.
Dalam hal ini Bank hanya diperkenankan
untuk bertindak sebagai pihak yang
melakukan pembayaran (paying agent)
berdasarkan perintah nasabah dan tidak
diperkenankan bertindak sebagai agen
investasi (investment agent) dana nasabah
baik secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah.
Contoh jasa atau layanan cash management
yang diperkenankan adalah pendebetan
atau pemindahbukuan rekening nasabah
untuk pembayaran tagihan atau kewajiban,
transfer atau pemindahbukuan dana dari
satu rekening ke rekening lain milik
nasabah, konsolidasi (pooling) atau
distribusi dana dari kantor-kantor cabang
atau jaringan operasional perusahaan, dan
jasa pembayaran gaji karyawan secara
massal (payroll).
11.
Layanan
Nasabah Prima
Jasa atau layanan terkait produk dan/atau
aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi
nasabah prima.
12.
Kerja sama
pemasaran
produk Asuransi
(bancassurance)
Model Bisnis
Referensi
Bancassurance model bisnis referensi
merupakan kerja sama pemasaran produk
asuransi, dengan Bank berperan hanya
mereferensikan atau merekomendasikan
suatu produk asuransi kepada nasabah.
- 36 -
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Mufli Asmawidjaja
No.
Produk Bank
Definisi dan Karakteristik Umum
Peran Bank dalam melakukan pemasaran
terbatas sebagai perantara dalam
meneruskan informasi produk asuransi dari
perusahaan asuransi mitra Bank kepada
nasabah atau menyediakan akses kepada
perusahaan asuransi untuk menawarkan
produk asuransi kepada nasabah.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2021
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIMBOH SANTOSO
LAMPIRAN II
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 /POJK.03/2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM
I. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Penghimpunan Dana
No.
Produk Bank
Definisi atau Karakteristik Umum
1.
Giro
Definisi:
Simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau
simpanan berdasarkan akad mudarabah
atau investasi dana berdasarkan akad
mudarabah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan perintah
pemindahbukuan.
Giro dapat memiliki fitur virtual account,
escrow account, Lembaga keuangan syariah
penerima wakaf uang (LKS PWU)/Bank
penerima setoran biaya penyelenggaraan
ibadah haji (BPS BPIH)/Bank Penerima
Setoran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPS
Bipih)/Kas Haji, Rekening Dana Lender
(RDL) dan Rekening Dana Nasabah (RDN).
Akad:
a. Wadi’ah.
b. Mudarabah mutlaqah.
Persyaratan:
a. Giro wadi’ah
1) Bank bertindak sebagai penerima
titipan dan nasabah bertindak
sebagai penitip dana simpanan.
- 38 -
2) Bank dapat mengelola atau
menggunakan dana titipan nasabah.
3) Bank tidak diperkenankan
menjanjikan pemberian imbalan atau
bonus kepada nasabah. Namun,
Bankberdasarkan kebijakan internal
dan tanpa diperjanjikan dapat
memberikan imbalan/bonus kepada
nasabah.
4) Bank menjamin pengembalian dana
titipan nasabah.
5) Giro wadi’ah dijamin oleh Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).
b. Giro mudarabah mutlaqah
1) Bank bertindak sebagai pengelola
dana dan nasabah bertindak sebagai
pemilik dana
2) Bank tidak dibatasi untuk
menggunakan dana nasabah dalam
aktivitas penyaluran dana selama
tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
3) Bank dan nasabah menyatakan
pembagian keuntungan dalam
bentuk nisbah yang disepakati dan
dituangkan dalam akad pembukaan
rekening.
4) Dalam hal pembukaan rekening
dilakukan melalui mekanisme online
maka syarat dan ketentuan
kesepakatan nisbah, dituangkan
dalam bentuk yang sesuai dengan
media pembukaan rekening
dimaksud.
5) Bank tidak diperkenankan
mengurangi nisbah keuntungan
- 39 -
nasabah tanpa persetujuan nasabah.
Persetujuan nasabah dapat
dilakukan secara tertulis maupun
dalam bentuk konfirmasi negatif atas
rencana perubahan nisbah yang
dilakukan oleh Bank.
6) Giro simpanan mudarabah yang
risikonya ditanggung oleh Bank,
dijamin oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS).
7) Giro investasi mudarabah yang
risikonya ditanggung oleh nasabah,
tidak dijamin oleh LPS.
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi rekening berupa biaya-
biaya yang terkait langsung dengan
biaya pengelolaan rekening antara lain
biaya cetak laporan transaksi dan saldo
rekening, biaya pembukaan, dan biaya
penutupan rekening.
b. Bank dapat memotong zakat, infak,
wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya
atas imbalan atau bonus yang diterima
nasabah sesuai permintaan nasabah
pada perjanjian pembukaan rekening
giro.
c. Bank dapat menambahkan fitur
pertanggungan asuransi syariah untuk
giro perorangan dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku.
d. Bank dapat memberikan hadiah dalam
rangka promosi dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
- 40 -
1) hadiah promosi tidak diperjanjikan,
tidak menjurus pada praktek riba
terselubung dan/atau tidak menjadi
kelaziman (kebiasaan).
2) hadiah promosi harus dalam bentuk
barang, voucher, uang elektronik,
emas dan/atau jasa (tidak boleh
dalam bentuk uang) sesuai ketentuan
dalam fatwa.
3) dalam hal hadiah dalam bentuk
barang, hadiah promosi yang
diberikan harus berupa benda yang
wujud, baik wujud hakiki maupun
wujud hukmi dan halal.
4) Dalam hal giro menggunakan akad
wadi’ah, hadiah promosi diberikan
sebelum terjadinya akad wadi’ah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 01/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Giro.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 86/DSN-
MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam
Penghimpunan Dana Lembaga
Keuangan Syariah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 100/DSN-
MUI/XII/2015 tentang Pedoman
Transaksi Voucher Multi Manfaat
Syariah
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-
MUI/I/2009 tentang Penjaminan
Syariah.
2.
Tabungan
Definisi
Simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau
simpanan berdasarkan akad mudarabah
atau investasi dana berdasarkan akad
mudarabah yang penarikannya hanya
- 41 -
dapat dilakukan menurut syarat dan
ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan/atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Tabungan dapat memiliki fitur virtual
account, escrow account, LKS PWU, BPS
BPIH/BPS Bipih/Kas Haji, payment point,
RDL, dan RDN.
Akad:
a. Wadi’ah.
b. Mudarabah mutlaqah.
Pesyaratan:
a. Wadiah
1) Bank bertindak sebagai penerima
dana titipan dan nasabah bertindak
sebagai penitip dana.
2) Bank dapat mengelola atau
menggunakan dana titipan nasabah.
3) Bank tidak diperkenankan
menjanjikan pemberian imbalan atau
bonus kepada nasabah. Namun,
Bank berdasarkan kebijakan internal
dan tanpa diperjanjikan dapat
memberikan imbalan/bonus kepada
nasabah
4) Bank menjamin pengembalian dana
titipan nasabah.
5) Tabungan wadi’ah dijamin oleh LPS.
b. Mudarabah mutlaqah
1) Bank bertindak sebagai pengelola
dana dan nasabah bertindak sebagai
pemilik dana.
- 42 -
2) Bank tidak dibatasi untuk
menggunakan dana nasabah dalam
aktivitas penyaluran dana selama
tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
3) Bank dan nasabah melakukan
pembagian keuntungan dalam
bentuk nisbah yang disepakati dan
dituangkan dalam akad pembukaan
rekening.
4) Dalam hal pembukaan rekening
dilakukan melalui mekanisme online
maka syarat dan ketentuan akad
termasuk kesepakatan nisbah,
dan/atau pemilik manfaat (beneficial
owner) dituangkan dalam bentuk
yang sesuai dengan media
pembukaan rekening dimaksud.
5) Bank tidak diperkenankan
mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan nasabah.
Persetujuan nasabah dapat
dilakukan secara tertulis maupun
dalam bentuk konfirmasi negatif atas
rencana perubahan nisbah yang
dilakukan oleh Bank.
6) Tabungan simpanan mudarabah
mutlaqah risikonya ditanggung oleh
Bank sehingga dijamin oleh LPS.
7) Tabungan investasi mudarabah
mutlaqah risikonya ditanggung oleh
nasabah, sehingga tidak dijamin oleh
LPS.
- 43 -
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi rekening berupa biaya-
biaya yang terkait langsung dengan
biaya pengelolaan rekening, antara lain
biaya cetak laporan transaksi dan saldo
rekening, biaya pembukaan, biaya
penutupan rekening.
b. Bank dapat memotong zakat, infak,
wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya
atas bagi hasil yang diterima nasabah
sesuai permintaan nasabah pada
perjanjian pembukaan rekening
tabungan.
c. Bank dapat menambahkan fitur
pertanggungan asuransi syariah untuk
tabungan dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku.
d. Bank dapat memberikan hadiah promosi
dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) tidak diperjanjikan, tidak menjurus
pada praktek riba terselubung
dan/atau tidak menjadi kelaziman
(kebiasaan).
2) harus dalam bentuk barang, voucher,
uang elektronik, emas dan/atau jasa
(tidak boleh dalam bentuk uang)
sesuai ketentuan dalam fatwa.
3) dalam hal hadiah dalam bentuk
barang, hadiah promosi yang
diberikan harus berupa benda yang
wujud, baik wujud hakiki maupun
wujud hukmi dan halal.
4) Dalam hal tabungan menggunakan
akad wadi’ah, hadiah promosi
- 44 -
diberikan sebelum terjadinya akad
wadi’ah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 02/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Tabungan.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 86/DSN-
MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam
Penghimpunan Dana Lembaga
Keuangan Syariah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 100/DSN-
MUI/XII/2015 Tentang Pedoman
Transaksi Voucher Multi Manfaat
Syariah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-
MUI/I/2009 Tentang Penjaminan
Syariah.
3.
Deposito
Definisi:
Simpanan berdasarkan akad mudarabah
atau investasi dana berdasarkan akad
mudarabah yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan akad antara nasabah
penyimpan dan Bank.
Deposito dapat memiliki fitur virtual
account, escrow account, LKS PWU, BPS
BPIH/BPS Bipih/Kas Haji, payment point,
Deposito Wakaf, Rekening Dana Lender
(RDL) dan Rekening Dana Nasabah (RDN).
Akad:
Mudarabah mutlaqah.
Persyaratan:
a. Bank bertindak sebagai pengelola dana
dan nasabah bertindak sebagai pemilik
dana.
- 45 -
b. Bank dan nasabah melakukan
pembagian keuntungan dalam bentuk
nisbah yang disepakati dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening.
c. Dalam hal pembukaan rekening
dilakukan melalui mekanisme online
maka syarat dan ketentuan akad
termasuk kesepakatan nisbah,
dan/atau pemilik manfaat (beneficial
owner) dituangkan dalam bentuk yang
sesuai dengan media pembukaan
rekening dimaksud.
d. Bank tidak diperkenankan mengurangi
nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan nasabah. Persetujuan
nasabah dapat dilakukan secara tertulis
maupun dalam bentuk konfirmasi
negatif atas rencana perubahan nisbah
yang dilakukan oleh Bank.
e. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan atas pembukaan dan
penggunaan produk deposito dalam
bentuk perjanjian tertulis dan dapat
juga dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. Deposito simpanan mudarabah yang
risikonya ditanggung oleh Bank, dijamin
oleh LPS.
g. Deposito investasi mudarabah yang
risikonya ditanggung oleh nasabah,
tidak dijamin oleh LPS.
- 46 -
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi rekening berupa biaya-
biaya yang terkait langsung dengan
biaya pengelolaan rekening antara lain
biaya pembukaan dan biaya penutupan
rekening.
b. Bank dapat memotong zakat, infak,
wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya
atas bagi hasil yang diterima nasabah
sesuai permintaan nasabah pada
perjanjian pembukaan rekening
deposito.
c. Deposito yang telah jatuh tempo dapat
otomatis diperpanjang (automatic roll
over) sesuai dengan kesepakatan.
d. Bagi hasil deposito dapat menambah
pokok deposito atau dipindahbukukan
ke rekening lain seperti giro atau
tabungan sesuai permintaan nasabah.
e. Deposito dapat berupa deposito biasa
atau deposit on call.
f. Dalam hal berupa deposito biasa, Bank
dapat mengenakan penalti apabila
nasabah mencairkan dana sebelum
jatuh tempo.
g. Dalam hal berupa deposit on call:
1) Nasabah harus menginformasikan
sebelumnya kepada Bank apabila
akan melakukan pencairan dana
deposit on call.
2) Jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari.
h. Bank dapat menambahkan fitur
pertanggungan asuransi syariah untuk
- 47 -
nasabah perorangan dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku.
i. Bank dapat memberikan hadiah promosi
dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) tidak diperjanjikan, tidak menjurus
pada praktek riba terselubung
dan/atau tidak menjadi kelaziman
(kebiasaan).
2) harus dalam bentuk barang, voucher,
uang elektronik, emas dan/atau jasa
(tidak boleh dalam bentuk uang)
sesuai ketentuan dalam fatwa.
3) dalam hal hadiah dalam bentuk
barang, hadiah promosi yang
diberikan harus berupa benda yang
wujud, baik wujud hakiki maupun
wujud hukmi dan halal.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 03/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Deposito.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 86/DSN-
MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam
Penghimpunan Dana Lembaga
Keuangan Syariah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 100/DSN-
MUI/XII/2015 Tentang Pedoman
Transaksi Voucher Multi Manfaat
Syariah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-
MUI/I/2009 Tentang Penjaminan
Syariah.
4.
Sertifikat Deposito
Syariah (SDS)
Definisi:
Simpanan berdasarkan akad mudarabah
mutlaqah atau investasi berdasarkan akad
mudarabah mutlaqah atau muqayyadah
- 48 -
dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan
dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Akad:
a. Mudarabah mutlaqah.
b. Mudarabah muqayyadah.
Persyaratan:
a. Dalam hal sertifikat deposito syariah
menggunakan akad :
1) Mudarabah mutlaqah:
Bank tidak dibatasi untuk
menggunakan dana nasabah dalam
aktivitas penyaluran dana selama
tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
2) Mudarabah muqayyadah:
a) Nasabah selaku pemilik dana
memberikan syarat-syarat dan
batasan tertentu kepada Bank
antara lain mengenai tempat, cara,
dan/atau obyek investasi yang
dinyatakan secara jelas dalam
perjanjian; dan
b) Nasabah selaku pemilik dana
menanggung risiko kerugian
dalam hal obyek investasi yang
dibiayai atau underlying asset
mengalami penurunan kualitas
atau kerugian yang terjadi bukan
karena kelalaian Bank sebagai
pengelola dana dan/atau
menyalahi substansi perjanjian.
Karakteristik:
a. Bank dapat memotong zakat, infak,
wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya
- 49 -
atas bagi hasil yang diterima nasabah
sesuai permintaan nasabah pada
perjanjian sertifikat deposito syariah.
b. Transaksi pemindahtanganan sertifikat
deposito syariah dilakukan dengan
menggunakan akad jual beli (bai')
dengan harga yang disepakati. Dalam
hal tertentu, pemindahtanganan
sertifikat deposito syariah dapat
dilakukan antara lain karena warisan
dan hibah yang didukung dengan surat
pernyataan kesesuaian syariah dari
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia.
c. Simpanan dalam bentuk sertifikat
deposito syariah berdasarkan akad
mudarabah mutlaqah risikonya
ditanggung oleh Bank, sehingga dijamin
oleh LPS.
d. Investasi dalam bentuk sertifikat
deposito syariah berdasarkan akad
mudarabah mutlaqah atau mudarabah
muqayyadah risikonya ditanggung oleh
nasabah, sehingga tidak dijamin oleh
LPS.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 97/DSN-
MUI/XII/2015 tentang Sertifikat
Deposito Syariah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-
MUI/I/2009 Tentang Penjaminan
Syariah.
5.
Pembiayaan yang
Diterima
Definisi:
Pembiayaan yang diterima dari perorangan
dan/atau nonperorangan sebagai salah
satu instrumen penghimpunan dana.
- 50 -
Akad:
a. Mudarabah mutlaqah.
b. Mudarabah muqayyadah.
Persyaratan:
a. Dalam hal pembiayaan yang diterima
menggunakan akad:
1) Mudarabah mutlaqah
Bank tidak dibatasi untuk
menggunakan dana nasabah dalam
aktivitas penyaluran dana selama
tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
2) Mudarabah muqayyadah
a) Nasabah selaku pemilik dana
memberikan syarat-syarat dan
batasan tertentu kepada Bank
antara lain mengenai tempat, cara,
dan/atau obyek investasi yang
dinyatakan secara jelas dalam
perjanjian; dan
b) Nasabah selaku pemilik dana
menanggung risiko kerugian
dalam hal obyek investasi yang
dibiayai atau underlying asset
mengalami penurunan kualitas
atau kerugian yang terjadi bukan
karena kelalaian Bank sebagai
pengelola dana dan/atau
menyalahi substansi perjanjian.
b. Bank dan nasabah melakukan
pembagian keuntungan dalam bentuk
nisbah yang disepakati dan dituangkan
dalam perjanjian.
c. Bank dapat mengurangi nisbah
keuntungan nasabah sepanjang
mendapat persetujuan nasabah.
- 51 -
d. Bank harus mengungkapkan rincian
pembiayaan yang diterima mengenai:
1) jenis (sumber dana) pembiayaan yang
diterima;
2) jangka waktu, imbalan (apabila ada),
dan jatuh tempo pembiayaan yang
diterima;
3) jenis valuta (rupiah dan valuta asing);
4) perikatan yang menyertainya;
5) nilai aset Bank yang
dibiayai/dijaminkan; dan
6) hubungan istimewa.
e. Pembiayaan yang diterima diakui
sebesar nilai nominal pada saat
perjanjian ditandatangani atau terjadi
kesepakatan antara nasabah dan Bank
penerima pembiayaan.
Karakteristik:
a. Metode bagi hasil dapat menggunakan
gross profit sharing atau profit sharing.
b. Dalam hal pembiayaan yang diterima
menggunakan:
1) mudarabah mutlaqah menggunakan
metode bagi hasil gross profit sharing,
maka Bank menjamin seluruh pokok
dana nasabah.
2) mudarabah mutlaqah menggunakan
metode bagi hasil profit sharing,
maka:
a) dana investasi tidak dijamin oleh
Bank; dan
b) nasabah selaku pemilik dana
menanggung risiko kerugian
dalam hal Bank mengalami
- 52 -
kerugian yang bukan disebabkan
karena kelalaian Bank; atau
3) mudarabah muqayyadah
menggunakan metode bagi hasil profit
sharing atau gross profit sharing,
dana investasi tidak dijamin oleh
Bank.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudarabah (Qiradh).
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah.
- 53 -
II. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Penyaluran Dana
No.
Produk Bank
Definisi atau Karakteristik Umum
1.
Pembiayaan Murabahah
Definisi:
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu untuk transaksi
jual beli barang sebesar harga pokok
ditambah margin berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara Bank dengan
nasabah yang mewajibkan nasabah untuk
melunasi hutang/kewajibannya.
Akad:
Murabahah.
Persyaratan:
a. Bank bertindak sebagai penyedia dana
untuk menjual barang dan nasabah
sebagai pihak pembeli barang.
b. Barang yang menjadi aset murabahah
harus secara jelas diketahui spesifikasi,
kuantitas, kualitas, dan harga
perolehan.
c. Barang yang menjadi aset murabahah
dapat berupa aset berwujud atau tidak
berwujud (contoh: hishah dan paten) dan
sudah tersedia (ready stock) pada saat
akad.
d. Harga perolehan aset murabahah harus
diberitahukan Bank kepada nasabah.
e. Jangka waktu pembiayaan ditetapkan
berdasarkan kesepakatan Bank dan
nasabah.
f. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
- 54 -
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Bank dapat memberikan pembiayaan
dalam mata uang rupiah atau valuta
asing (khusus untuk pembiayaan dalam
valuta asing hanya berlaku bagi Bank
yang telah memperoleh persetujuan
untuk melakukan kegiatan usaha dalam
valuta asing).
b. Bank dapat memberikan pembiayaan
untuk tujuan modal kerja, investasi,
dan/atau konsumsi.
c. Aset yang menjadi obyek murabahah
dapat berupa properti, kendaraan
bermotor, atau aset lainnya.
d. Bank dapat membiayai sebagian atau
seluruh harga pembelian barang.
e. Bank dapat mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli barang yang
dibutuhkan oleh nasabah dari pihak
ketiga untuk dan atas nama Bank.
Dalam hal ini, akad murabahah baru
dapat dilakukan setelah secara prinsip
barang tersebut menjadi milik Bank.
Nasabah wajib membeli barang yang
sudah disediakan oleh Bank dan Bank
dapat meminta ganti rugi kepada
nasabah apabila menimbulkan
kerugian.
f. Bank dapat meminta uang muka kepada
nasabah sebagai bukti komitmen
- 55 -
pembelian aset murabahah sebelum
akad disepakati dengan perlakuan
sebagai berikut:
1) dalam hal akad murabahah
disepakati maka uang muka menjadi
bagian pelunasan piutang
murabahah; atau
2) dalam hal akad murabahah batal,
maka uang muka dikembalikan
kepada nasabah setelah dikurangi
kerugian riil yang ditanggung oleh
Bank. Apabila uang muka lebih kecil
dari kerugian riil maka Bank dapat
meminta tambahan dari nasabah.
g. Bank dapat memberikan potongan pada
saat pelunasan piutang murabahah
dengan syarat tidak diperjanjikan dalam
akad.
h. Bank dalam melakukan pengakuan
pendapatan murabahah dapat
menggunakan metode anuitas atau
metode proporsional.
i. Bank dapat memberikan potongan harga
(diskon) harga barang dari pemasok
(supplier) dengan perlakuan sebagai
berikut:
1) dalam hal diberikan sebelum terjadi
akad murabahah, maka potongan
harga tersebut menjadi hak nasabah
dan menjadi mengurangi harga jual
murabahah; atau
2) dalam hal diberikan setelah terjadi
akad murabahah, maka dibagi sesuai
kesepakatan dalam akad. Apabila
tidak diatur dalam akad maka
potongan harga menjadi hak Bank.
- 56 -
j. Bank dapat memberikan potongan
tagihan (cicilan) murabahah yang belum
dilunasi apabila nasabah melakukan
pembayaran cicilan tepat waktu
dan/atau mengalami penurunan
kemampuan membayar, dengan syarat
tidak boleh diperjanjikan dalam akad
dan besarnya potongan diserahkan
kepada kebijakan Bank. Dalam hal Bank
memberikan potongan tagihan
murabahah yang belum dilunasi karena
nasabah membayar cicilan tepat waktu
maka Bank harus memiliki kebijakan
dan kriteria mengenai nasabah yang
membayar cicilan tepat waktu.
Mekanisme pemberian potongan tagihan
murabahah mengacu pada Pedoman
Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
(PAPSI).
k. Bank dapat mengenakan denda kepada
nasabah yang tidak dapat melakukan
pembayaran angsuran piutang
murabahah dengan indikasi antara lain
adanya unsur kesengajaan dan adanya
unsur penyalahgunaan dana.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Wakalah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 13/DSN-
MUI/IX/2000 tentang Uang Muka
Dalam Murabahah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 16/DSN-
MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam
Murabahah.
- 57 -
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 23/DSN-
MUI/III/2002 tentang Potongan
Pelunasan Dalam Murabahah.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
g. Fatwa DSN-MUI Nomor 46/DSN-
MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan
Murabahah (Khashm Fi Al-Murabahah).
h. Fatwa DSN-MUI Nomor 47/DSN-
MUI/II/2005 tentang Penyelesaian
Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak
Mampu Membayar.
i. Fatwa DSN-MUI Nomor 48/DSN-
MUI/II/2005 tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Murabahah.
j. Fatwa DSN-MUI Nomor 49/DSN-
MUI/II/2005 tentang Konversi Akad
Murabahah.
k. Fatwa DSN-MUI Nomor 84/DSN-
MUI/XII/2012 tentang Metode
Pengakuan Keuntungan Al-Tamwil Bi Al-
Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di
Lembaga Keuangan Syariah.
l. Fatwa DSN-MUI Nomor 90/DSN-
MUI/XII/2013 tentang Pengalihan
Murabahah antar Lembaga Keuangan
Syariah (LKS).
m. Fatwa DSN-MUI Nomor 110/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli.
n. Fatwa DSN-MUI Nomor 111/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli
Murabahah.
2.
Pembiayaan Istishna’
Definisi:
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu untuk transaksi
- 58 -
jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan atau pembeli dan penjual
atau pembuat.
Akad:
Istishna’.
Persyaratan:
a. Bank bertindak sebagai pihak penyedia
dana maupun penjual untuk kegiatan
transaksi istishna’ dengan nasabah
sebagai pihak pembeli.
b. Spesifikasi dan harga barang pesanan
dalam istishna disepakati oleh nasabah
dan Bank di awal akad.
c. Barang pesanan harus diketahui
karakteristiknya secara umum yang
meliputi: jenis, macam, kualitas dan
kuantitasnya. Barang pesanan harus
sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara nasabah dan Bank.
Dalam hal barang pesanan yang
dikirimkan salah atau cacat maka Bank
harus bertanggung jawab atas
kelalaiannya.
d. Pembayaran oleh nasabah kepada Bank
tidak boleh dalam bentuk pembebasan
utang nasabah atau dalam bentuk
pemberian piutang.
e. Bank tidak dapat meminta tambahan
harga dalam hal nasabah menerima
barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
kecuali terdapat kesepakatan kedua
belah pihak.
- 59 -
f. Bank tidak harus memberikan potongan
harga (diskon) dalam hal nasabah
menerima barang dengan kualitas yang
lebih rendah, kecuali terdapat
kesepakatan kedua belah pihak.
g. Jangka waktu pembiayaan ditetapkan
berdasarkan kesepakatan Bank dan
nasabah.
h. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Mekanisme pembayaran istishna’
disepakati dalam akad dan dapat
dilakukan dengan cara:
1) pembayaran dimuka secara
keseluruhan atau sebagian setelah
akad namun sebelum pembuatan
barang;
2) pembayaran saat penyerahan barang
atau selama dalam proses pembuatan
barang (pembayaran per termin);
3) pembayaran ditangguhkan setelah
penyerahan barang; dan/atau
4) kombinasi dari cara pembayaran di
atas.
b. Metode pengakuan pendapatan istishna’
dapat dilakukan dengan menggunakan
- 60 -
metode persentase penyelesaian atau
metode akad selesai.
c. Dalam hal seluruh atau sebagian barang
tidak tersedia sesuai dengan waktu
penyerahan, kualitas atau jumlahnya
sebagaimana kesepakatan maka
nasabah memiliki pilihan untuk:
1) membatalkan akad dan meminta
pengembalian dana kepada Bank;
2) menunggu penyerahan barang
tersedia; atau
3) meminta kepada Bank untuk
mengganti dengan barang lainnya
yang sejenis atau tidak sejenis
sepanjang nilai pasarnya sama
dengan barang pesanan semula.
d. Bank dapat mengakui pendapatan
maksimal sebesar aset yang sudah
diterima oleh nasabah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 06/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 22/DSN-
MUI/III/2002 tentang Jual Beli Istishna’
Paralel.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
3.
Pembiayaan Salam
Definisi:
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu untuk jual beli
barang pesanan dengan pengiriman barang
di kemudian hari oleh penjual dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada
saat akad disepakati sesuai dengan syarat-
syarat tertentu.
- 61 -
Akad:
Salam.
Persyaratan:
a. Bank dapat bertindak sebagai pembeli
dan atau penjual dalam suatu transaksi
salam. Dalam hal Bank bertindak
sebagai pembeli maka Bank melakukan
transaksi salam, dan dalam hal Bank
bertindak sebagai penjual maka Bank
akan memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dalam
salam paralel.
b. Spesifikasi dan harga barang pesanan
disepakati di awal akad oleh nasabah
dan Bank pada akad pertama atau Bank
dengan pemasok pada akad kedua.
Ketentuan harga barang pesanan tidak
dapat berubah selama jangka waktu
akad.
c. Barang pesanan harus diketahui
karakteristiknya secara umum yang
meliputi: jenis, macam, kualitas dan
kuantitasnya.
d. Barang pesanan harus sesuai dengan
karakteristik yang telah disepakati
antara nasabah dan Bank atau Bank
dan pemasok. Dalam hal barang
pesanan yang dikirim salah atau cacat
maka Bank atau pemasok harus
bertanggung jawab atas kelalaiannya.
e. Pembayaran oleh nasabah kepada Bank
tidak boleh dalam bentuk pembebasan
utang nasabah atau dalam bentuk
pemberian piutang.
- 62 -
f. Pendapatan salam diperoleh dari selisih
harga jual kepada nasabah dan harga
beli dari pemasok.
g. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Dalam hal Bank bertindak sebagai
pembeli, Bank dapat meminta jaminan
kepada pemasok untuk menghindari
risiko yang merugikan Bank.
b. Bank dapat mengenakan denda kepada
pemasok.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional :
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 05/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
4.
Pembiayaan Mudarabah
Definisi:
Penyediaan dana untuk kerja sama usaha
antara dua pihak dimana pemilik dana
menyediakan seluruh dana, sedangkan
pengelola dana bertindak selaku pengelola,
dan keuntungan dibagi di antara mereka
sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Akad:
Mudarabah.
- 63 -
Persyaratan:
a. Bank bertindak sebagai pemilik dana
dan nasabah bertindak sebagai
pengelola dana.
b. Dalam hal pembiayaan menggunakan:
1) akad mudarabah mutlaqah, maka
Bank selaku pemilik dana
memberikan kebebasan kepada
nasabah selaku pengelola dana dalam
pengelolaan dana.
2) akad mudarabah muqayyadah, maka
Bank selaku pemilik dana
memberikan batasan khusus kepada
nasabah selaku pengelola dana
antara lain mengenai tempat, cara,
dan/atau obyek investasi.
c. Kegiatan usaha nasabah tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
d. Jangka waktu pengembalian dana dan
pembagian hasil usaha dari pengelolaan
dana ditentukan berdasarkan
kesepakatan Bank dan nasabah.
e. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan
dana dinyatakan dalam nisbah yang
disepakati.
f. Pembagian hasil usaha dilakukan atas
dasar laporan hasil usaha nasabah.
g. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan
berjenjang (tiering) yang besarnya
berbeda-beda sepanjang periode
pembiayaan atau ditetapkan secara
lainnya yang tidak merugikan dan
disepakati para pihak. Nisbah bagi hasil
yang telah disepakati tidak dapat diubah
sepanjang jangka waktu pembiayaan,
- 64 -
kecuali atas dasar kesepakatan para
pihak.
h. Dalam hal nasabah melakukan
kelalaian, kecurangan, dan/atau
menyalahi perjanjian yang
mengakibatkan kerugian usaha:
1) Bank tidak bertanggung jawab atas
kerugian yang ditimbulkan; dan
2) nasabah wajib mengembalikan sisa
pembiayaan yang diberikan Bank dan
bagi hasil yang telah menjadi hak
Bank namun belum dibayarkan.
i. Bank dan nasabah membuat
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
j. Metode bagi hasil dapat menggunakan :
1) profit sharing yakni bagi hasil yang
dihitung dari pendapatan setelah
dikurangi modal (ra’su al-mal) dan
biaya-biaya; atau
2) gross profit sharing yakni bagi hasil
yang dihitung dari pendapatan
setelah dikurangi modal (ra’su al-
mal).
Karakteristik:
a. Bank dapat memberikan pembiayaan
yang digunakan untuk tujuan modal
kerja dan/atau investasi.
- 65 -
b. Bank dapat meminta jaminan kepada
nasabah pada saat penyaluran
pembiayaan.
c. Bank tidak dapat meminta nasabah
untuk menjamin pengembalian modal.
d. Nasabah dapat menjamin pengembalian
modal atas kehendaknya sendiri tanpa
permintaan dari Bank.
e. Bank dapat meminta pihak ketiga untuk
menjamin pengembalian modal.
f. Dalam hal usaha mengalami kerugian
sementara Bank berbeda pendapat atas
kerugian tersebut, nasabah wajib
membuktikan bahwa kerugian yang
dialami bukan karena ta'addi, tafrith
atau mukhalafat al-syuruth.
g. Dalam hal pembuktian diterima oleh
pemilik modal, kerugian tersebut
menjadi tanggung jawab pemilik modal.
h. Dalam hal pembuktian tidak diterima
oleh pemilik modal, perselisihan
diselesaikan melalui jalur litigasi atau
non-litigasi.
i. Sebelum adanya keputusan yang
ditetapkan dan mengikat, kerugian
menjadi tanggung jawab pengelola.
j. Kerugian usaha yang menjadi tanggung
jawab shahibul mal sesuai dengan
metode perhitungan bagi hasil yang
disepakati.
k. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi sesuai dengan kesepakatan
yang besarnya sesuai dengan biaya riil
yang terkait langsung dengan
pembiayaan.
- 66 -
l. Pencairan pembiayaan oleh Bank dapat
dilakukan secara sekaligus atau
bertahap.
m. Pengembalian pembiayaan oleh nasabah
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) secara berkala sesuai dengan
proyeksi arus kas masuk (cash inflow)
usaha nasabah; atau
2) sekaligus pada akhir pembiayaan
(untuk pembiayaan dengan jangka
waktu sampai dengan 1 (satu) tahun).
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudarabah (Qiradh).
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 105/DSN-
MUI/X/2016 tentang Penjaminan
Pengembalian Modal Pembiayaan
Mudarabah, Musyarakah dan Wakalah
Bil Istitsmar.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 115/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Mudarabah.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
5.
Pembiayaan Musyarakah
Definisi:
Penyediaan dana untuk kerja sama usaha
tertentu yang masing-masing pihak
memberikan porsi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan akan dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati, sedangkan
kerugian ditanggung sesuai dengan porsi
dana masing-masing.
- 67 -
Pembiayaan musyarakah dapat berbentuk
pembiayaan investasi, pembiayaan modal
kerja, atau pembiayaan rekening koran
syariah.
Akad:
Musyarakah.
Persyaratan:
a. Bank dan nasabah masing-masing
bertindak sebagai mitra usaha dengan
bersama-sama menyediakan dana untuk
membiayai suatu kegiatan usaha
tertentu.
b. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan
dana dinyatakan dalam nisbah yang
disepakati.
c. Pembagian hasil usaha dilakukan atas
dasar laporan hasil usaha nasabah.
d. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan
berjenjang (tiering) yang besarnya
berbeda-beda sepanjang periode
pembiayaan atau ditetapkan secara
lainnya yang tidak merugikan dan
disepakati para pihak. Nisbah bagi hasil
yang disepakati tidak dapat diubah
sepanjang jangka waktu pembiayaan,
kecuali atas dasar kesepakatan para
pihak.
e. Bank dan nasabah menanggung
kerugian secara proporsional menurut
modal masing-masing. Dalam hal
nasabah melakukan kelalaian,
kecurangan, dan/atau menyalahi
perjanjian yang mengakibatkan kerugian
usaha, maka:
- 68 -
1) Bank tidak bertanggung jawab atas
kerugian yang ditimbulkan; dan
2) nasabah wajib mengembalikan sisa
pembiayaan yang diberikan Bank dan
bagi hasil yang telah menjadi hak
Bank namun belum dibayarkan.
f. Nasabah bertindak sebagai pengelola
usaha dan Bank sebagai mitra usaha
dapat ikut serta dalam pengelolaan
usaha sesuai dengan tugas dan
wewenang yang disepakati seperti
melakukan reviu dan/atau meminta
laporan hasil usaha yang dibuat oleh
nasabah berdasarkan bukti pendukung
yang dapat dipertanggungjawabkan.
g. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga akad
musyarakah dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
h. Dalam hal terdapat keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau
persentase dapat diberikan kepada salah
satu pihak sesuai kesepakatan.
Karakteristik:
a. Bank dapat memberikan pembiayaan
untuk tujuan modal kerja dan/atau
investasi.
b. Bank tidak dapat meminta nasabah
untuk menjamin pengembalian modal.
- 69 -
c. Nasabah dapat menjamin pengembalian
modal atas kehendaknya sendiri tanpa
permintaan dari Bank.
d. Bank dapat meminta pihak ketiga untuk
menjamin pengembalian modal.
e. Dalam hal usaha mengalami kerugian
sementara Bank berbeda pendapat atas
kerugian tersebut, nasabah wajib
membuktikan bahwa kerugian yang
dialami bukan karena ta'addi, tafrith
atau mukhalafat al-syuruth.
f. Dalam hal pembuktian diterima oleh
pemilik modal, kerugian tersebut
menjadi tanggung jawab pemilik modal.
g. Dalam hal pembuktian tidak diterima
oleh pemilik modal, perselisihan
diselesaikan melalui jalur litigasi atau
nonlitigasi.
h. Sebelum adanya keputusan yang
ditetapkan dan mengikat, kerugian
menjadi tanggung jawab pengelola.
i. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi sesuai dengan kesepakatan
yang besarnya sesuai dengan biaya riil
yang terkait langsung dengan
pembiayaan.
j. Pencairan pembiayaan dapat dilakukan
secara sekaligus atau bertahap.
k. Bank atau nasabah dapat mengusulkan
apabila keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau persentase
dapat diberikan kepada salah satu pihak
sesuai kesepakatan sepanjang tidak
merugikan nasabah pemilik dana.
l. Metode bagi hasil pembiayaan mengacu
pada PAPSI.
- 70 -
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 55/DSN-
MUI/V/2007 tentang Pembiayaan
Rekening Koran Syari’ah Musyarakah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 105/DSN-
MUI/X/2016 tentang Penjaminan
Pengembalian Modal Pembiayaan
Mudarabah, Musyarakah dan Wakalah
Bil Istitsmar.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
6.
Pembiayaan Musyarakah
Mutanaqishah (MMQ)
Definisi:
Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan
aset atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkan pembelian secara
bertahap oleh pihak lainnya.
Akad:
Musyarakah dan Bai’.
Persyaratan:
a. Memenuhi pembiayaan musyarakah
antara lain:
1) Bank dan nasabah memberikan
kontribusi modal berdasarkan
kesepakatan;
2) keuntungan dibagi sesuai nisbah
yang disepakati;
- 71 -
3) dalam hal usaha mengalami kerugian
sementara Bank berbeda pendapat
atas kerugian tersebut, nasabah
wajib membuktikan bahwa kerugian
yang dialami bukan karena ta'addi,
tafrith atau mukhalafat al-syuruth;
4) dalam hal pembuktian diterima oleh
pemilik modal, kerugian tersebut
menjadi tanggung jawab pemilik
modal;
5) dalam hal pembuktian tidak diterima
oleh pemilik modal, perselisihan
diselesaikan melalui jalur litigasi atau
non-litigasi;
6) sebelum adanya keputusan yang
ditetapkan dan mengikat, kerugian
menjadi tanggung jawab nasabah;
dan
7) kerugian ditanggung sesuai proporsi
modal.
b. Modal usaha dari para pihak (Bank dan
nasabah) dinyatakan dalam bentuk porsi
kepemilikan (hishshah).
c. Modal usaha yang telah dinyatakan
dalam bentuk porsi kepemilikan
(hishshah) tidak boleh berkurang selama
akad berlaku secara efektif.
d. Bank berjanji untuk menjual seluruh
porsi kepemilikan (hishshah) nya secara
terjadwal/reguler maupun tidak
terjadwal dan nasabah wajib
membelinya.
e. Porsi kepemilikan (hishshah) salah satu
pihak beralih karena pembelian unit
hishshah oleh pihak lain.
- 72 -
f. Pada jangka waktu yang disepakati atau
berdasarkan kesepakatan para pihak,
Bank mengalihkan seluruh hishshah-
nya kepada nasabah dan nasabah wajib
membayar harga hishshah yang
dialihkan.
g. Keuntungan yang diperoleh dari
kegiatan usaha antara lain; sewa aset
MMQ dibagi sesuai dengan nisbah yang
disepakati dalam akad sedangkan
kerugian dibagi berdasarkan porsi
kepemilikan (hishshah).
Dalam hal nasabah wanprestasi maka
nasabah mengembalikan aset MMQ yang
menjadi obyek syirkah untuk
mengembalikan sisa porsi kepemilikan
Bank.
h. Jangka waktu pembiayaan ditentukan
berdasarkan kesepakatan Bank dan
nasabah secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
i. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga akad
musyarakah mutanaqisah dilakukan
secara lisan dan perbuatan/tindakan
yang terdokumentasi serta dapat
dilakukan secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 73 -
Karakteristik:
a. Bank dapat memberikan pembiayaan
yang digunakan untuk tujuan konsumsi,
investasi dan/atau modal kerja.
b. Bank dapat meminta jaminan kepada
nasabah pada saat penyaluran
pembiayaan.
c. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi sesuai dengan kesepakatan
yang besarnya sesuai dengan biaya riil
yang terkait langsung dengan
pembiayaan.
d. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan
berjenjang (tiering) yang besarnya
berbeda-beda sepanjang periode
pembiayaan, ditetapkan mengikuti
perubahan proporsi kepemilikan modal
atau ditetapkan dengan cara lainnya
yang tidak merugikan dan disepakati
para pihak.
e. Aset MMQ dapat disewakan kepada
nasabah atau pihak lain. Dalam hal aset
MMQ disewakan kepada nasabah
syirkah, pembayaran sewa yang tercatat
di Bank dapat dijadikan bukti
pendapatan usaha.
f. Pembayaran ujrah dari sewa aset MMQ
dapat dilakukan sesuai kesepakatan
secara tunai, tangguh, atau bertahap.
g. Bank dapat melakukan reviu ujrah dari
sewa MMQ apabila memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) perubahan terjadi pada periode
pembayaran sewa berikutnya;
2) terdapat indikasi sangat kuat bahwa
apabila tidak dilakukan reviu akan
- 74 -
timbul kerugian bagi salah satu
pihak; dan
3) disepakati oleh kedua belah pihak
(Bank dan nasabah atau pihak lain
yang menyewa).
h. Ketentuan reviu ujrah dijelaskan dalam
akad di antaranya mengenai periode
reviu ujrah atau formula penentuan
ujrah.
i. Dalam hal di awal periode pembiayaan
MMQ belum memberikan manfaat
secara optimal, maka Bank
diperkenankan memberi keringanan
kepada nasabah untuk tidak membeli
unit hishshah milik Bank.
j. Metode bagi hasil mengacu pada PAPSI.
k. Aset MMQ dapat berupa:
1) aset berwujud atau sudah tersedia
atau siap pakai (ready stock);
dan/atau
2) aset belum berwujud atau inden.
Dalam hal aset MMQ merupakan barang
inden atau dalam proses
pembangunan/produksi, maka harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) menggunakan akad MMQ dan ijarah
maushufah fi al-dzimmah.
2) dalam hal pembiayaan ditujukan
untuk kepemilikan properti, maka
juga harus memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
a) memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai rasio loan to
value atau rasio financing to value
untuk kredit atau pembiayaan
- 75 -
properti dan uang muka untuk
kredit atau pembiayaan
kendaraan bermotor antara lain:
i. pembiayaan merupakan
pembiayaan properti urutan
pertama;
ii. terdapat perjanjian kerjasama
antara Bank dan pengembang
yang paling kurang memuat
kesanggupan pengembang
untuk menyelesaikan properti
sesuai dengan yang
diperjanjikan dengan
nasabah;
iii. terdapat jaminan yang
diberikan oleh pengembang
kepada Bank yang berasal
dari pengembang sendiri atau
pihak lain yang dapat
digunakan untuk
menyelesaikan kewajiban
pengembang apabila properti
tidak dapat diselesaikan
dan/atau tidak dapat
diserahterimakan sesuai
perjanjian; dan
iv. pencairan pembiayaan
properti hanya dapat
dilakukan secara bertahap
usesuai perkembangan
pembangunan properti yang
dibiayai.
b) dalam perjanjian kerjasama antara
Bank dan pengembang memuat
klausula tentang kejelasan obyek
yang dibiayai terkait:
- 76 -
i. kuantitas dan kualitasnya;
ii. kriteria dan spesifikasinya;
dan
iii. jangka waktu pembangunan
dan waktu serah terima.
c) dalam perjanjian pembiayaan
MMQ memuat klausula yang
mengatur mengenai penyelesaian
permasalahan dalam hal
pengembang wanprestasi.
d) Bank wajib memiliki kebijakan dan
kriteria pengembang yang dapat
melakukan kerjasama dengan
Bank.
e) Bank wajib memastikan bahwa
pengembang memiliki
kemampuan untuk mewujudkan
aset MMQ yang dapat
diindikasikan dengan parameter
antara lain:
i. tanahnya telah tersedia,
bersertifikat, dan bebas
sengketa; dan
ii. pengembang telah memiliki
izin pendirian bangunan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
f) Pengakuan pendapatan selama
aset MMQ masih inden mengacu
pada PAPSI.
l. Para syarik bertanggung jawab atas
proses pembangunan/produksi barang
inden.
m. Dalam hal barang inden (dalam proses
pembangunan/produksi) hingga batas
- 77 -
waktu pembangunan tidak dapat
diserahterimakan, maka para syarik
bertanggung jawab untuk
mengembalikan ujroh yang telah
dibayarkan oleh penyewa.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 56/DSN-
MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review
Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqisah.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 89/DSN-
MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan
Ulang (Refinancing) Syariah.
g. Keputusan DSN No.01/DSN-
MUI/X/2013 tentang Pedoman
Implementasi Musyarakah Mutanaqisah
dalam Pembiayaan.
h. Fatwa DSN-MUI Nomor 105/DSN-
MUI/X/2016 tentang Penjaminan
Pengembalian Modal Pembiayaan
Mudarabah, Musyarakah dan Wakalah
Bil Istitsmar.
i. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.
- 78 -
j. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
k. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
7.
Pembiayaan Ijarah
Definisi:
Penyediaan dana untuk pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu
tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri.
Akad:
Ijarah.
Persyaratan:
a. Bank bertindak sebagai pemilik
dan/atau pihak yang mempunyai hak
penguasaan dan hak menyewakan atas
barang sewa baik berupa benda
berwujud (tangible asset), benda tidak
berwujud (intangible asset) atau jasa,
yang menyewakan barang sewa
dimaksud kepada nasabah sesuai
kesepakatan.
b. Barang sewa harus dapat dinilai dan
diidentifikasi secara spesifik dan
dinyatakan dengan jelas termasuk
besarnya nilai sewa dan jangka
waktunya.
c. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan
dalam bentuk piutang maupun dalam
bentuk pembebasan utang.
d. Bank dapat meminta nasabah untuk
bertanggung jawab atas kerusakan objek
- 79 -
sewa yang terjadi karena pelanggaran
akad atau kelalaian nasabah.
e. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga akad
ijarah dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi sesuai dengan kesepakatan
yang besarnya sesuai dengan biaya riil
yang terkait langsung dengan
pembiayaan.
b. Bank dapat melakukan reviu ujrah
apabila memenuhi syarat sebagai
berikut:
1) perubahan terjadi pada periode
pembayaran sewa berikutnya;
2) terdapat indikasi sangat kuat bahwa
apabila tidak dilakukan reviu akan
timbul kerugian bagi salah satu
pihak; dan/atau
3) disepakati oleh kedua belah pihak
(Bank dan nasabah atau pihak lain
yang menyewa).
c. Ketentuan reviu ujrah dijelaskan dalam
akad diantaranya mengenai periode
reviu ujrah dan formula penentuan
ujrah.
- 80 -
d. Obyek sewa merupakan benda berwujud
(tangible asset) atau tidak berwujud
(intangible asset) yang dapat diambil
manfaatnya.
e. Dalam hal benda tidak berwujud, maka
manfaat atas benda tidak berwujud
tersebut dapat dialihkan sepanjang
periode pembiayaan.
f. Bank dapat meminta nasabah untuk
menjaga keutuhan barang sewa, dan
menanggung biaya pemeliharaan barang
sewa sesuai dengan kesepakatan dimana
uraian biaya pemeliharaan yang bersifat
material dan struktural harus
dituangkan dalam akad.
g. Bank dapat menambahkan biaya
asuransi atas obyek dalam harga
perolehan atas barang.
h. Pembayaran sewa dapat dilakukan baik
dengan angsuran atau sekaligus sesuai
kesepakatan.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 56/DSN-
MUI/V/2007 ten-tang Ketentuan Review
Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
- 81 -
8.
Pembiayaan Ijarah
Muntahiyah Bittamlik
(IMBT)
Definisi:
Penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari
suatu barang atau jasa berdasarkan
transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan barang.
Akad:
Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT).
Persyaratan:
a. Bank sebagai penyedia dana dalam
kegiatan ijarah dengan nasabah, juga
bertindak sebagai pemberi janji (wa’ad)
antara lain untuk memberikan opsi
pengalihan hak kepemilikan barang
sewa kepada nasabah sesuai
kesepakatan.
b. Perpindahan kepemilikan suatu aset
dari Bank kepada nasabah dapat
dilakukan jika aktivitas penyewaan telah
berakhir atau diakhiri dan aset ijarah
telah diserahkan kepada nasabah
dengan membuat akad terpisah.
c. Barang sewa harus dapat dinilai dan
diidentifikasi secara spesifik dan
dinyatakan dengan jelas termasuk
besarnya nilai sewa dan jangka
waktunya.
d. Barang yang disewakan harus berupa
benda berwujud, sudah tersedia atau
siap pakai (ready stock) dan dapat
diserahterimakan.
e. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga akad
IMBT dilakukan secara lisan dan
- 82 -
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi sesuai dengan kesepakatan
yang besarnya sesuai dengan biaya riil
yang terkait langsung dengan
pembiayaan.
b. Bank dapat meminta nasabah untuk
bertanggung jawab atas kerusakan
barang sewa yang terjadi karena
pelanggaran akad atau kelalaian
nasabah.
c. Bank dapat menetapkan obyek IMBT
berupa barang bergerak atau tidak
bergerak yang dapat diambil manfaat
sewa dapat berupa properti, kendaraan
bermotor, atau aset lainnya.
d. Bank dapat melakukan reviu ujrah
apabila memenuhi syarat sebagai
berikut:
1) perubahan terjadi pada periode
pembayaran sewa berikutnya;
2) terdapat indikasi sangat kuat bahwa
apabila tidak dilakukan reviu akan
timbul kerugian bagi salah satu
pihak; dan/atau
3) disepakati oleh kedua belah pihak
(Bank dan nasabah atau pihak lain
yang menyewa).
- 83 -
e. Ketentuan reviu ujrah dijelaskan dalam
akad diantaranya mengenai periode
reviu ujrah dan formula penentuan
ujrah.
f. Bank dapat menambahkan biaya
asuransi atas obyek dalam harga
perolehan atas barang.
g. Bank dan nasabah dapat menyepakati
cara pembayaran sewa dengan angsuran
atau sekaligus.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-
MUI/III/2002, tentang Al-Ijarah Al-
Muntahiyah Bi Al-Tamlik.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 56/DSN-
MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review
Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-
MUI/VI/2008 tentang Sale and
Leaseback.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 101/DSN-
MUI/X/2016 tentang Akad Al Ijarah
Maushufah Fi Al Dzimmah (IMFD).
g. Fatwa DSN-MUI Nomor 102/DSN-
MUI/X/2016 tentang Akad Al Ijarah
Maushufah Fi Al Dzimmah (IMFD) untuk
Produk Pembiayaan Pemilikan Rumah
(PPR) Inden.
- 84 -
h. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
9.
Pembiayaan Ijarah
Multijasa
Definisi:
Penyediaan dana untuk pemindahan
manfaat atas jasa dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah).
Akad:
Ijarah atau kafalah.
Persyaratan:
a. Bank bertindak sebagai pemilik
dan/atau pihak yang mempunyai hak
penguasaan dan hak menyewakan atas
obyek sewa kepada nasabah sesuai
kesepakatan.
b. Dalam hal benda tidak berwujud, maka
manfaat atas benda tidak berwujud
tersebut telah dialihkan kepada nasabah
di awal pembiayaan.
c. Bank dapat memperoleh imbalan
jasa/ujrah/fee. Besarnya
imbalan/ujrah/fee disepakati di awal
akad dan dinyatakan dalam bentuk
nominal (bukan dalam bentuk
persentase).
d. Pembiayaan melibatkan tiga pihak yaitu
Bank, nasabah, dan pihak ketiga.
e. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga akad
ijarah multijasa dilakukan secara lisan
dan perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
- 85 -
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Bank dapat memberikan pembiayaan
ijarah multijasa untuk keperluan antara
lain jasa pendidikan, jasa kesehatan,
jasa pariwisata, jasa ibadah umroh, dan
jasa lainnya yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah.
b. Bank dapat meminta nasabah untuk
menyediakan invoice/bukti pemesanan
jasa sebelum pengajuan pembiayaan
dan/atau pencairan pembiayaan.
c. Bank dapat melakukan pemeriksaan
setelah proses pencairan untuk
meyakinkan bahwa dana yang sudah
dicairkan sesuai dengan tujuan
penggunaan yang disampaikan pada
saat pengajuan pembiayaan.
d. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi sesuai dengan kesepakatan
yang besarnya sesuai dengan biaya riil
yang terkait langsung dengan
pembiayaan.
e. Bank dapat meminta jaminan.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 44/DSN-
MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan
Multijasa.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 11/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Kafalah.
- 86 -
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
10.
Pembiayaan Qardh
Definisi:
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara
peminjam dan pihak yang meminjamkan
yang mewajibkan peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu.
Akad:
Qardh.
Persyaratan:
a. Bank bertindak sebagai penyedia dana
untuk memberikan pinjaman qardh
kepada nasabah berdasarkan
kesepakatan.
b. Pinjaman qardh yang diberikan
merupakan pinjaman yang tidak
mempersyaratkan adanya imbalan.
c. Bank hanya boleh mengenakan biaya
administrasi atas pinjaman qardh dalam
bentuk nominal dan tidak dikaitkan
dengan jumlah dan jangka waktu
pinjaman.
d. Jika pembiayaan qardh menjadi akad
pelengkap dari akad lainnya, maka akad
lainnya dapat mengenakan pendapatan.
f. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
- 87 -
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
Bank dapat meminta jaminan atas
pemberian qardh.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 79/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Qardh dengan
Menggunakan Dana Nasabah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
11.
Pembiayaan Pengurusan
Haji
Definisi:
Pembiayaan yang diberikan Bank untuk
nasabah dalam rangka pengurusan haji.
Akad:
a. Ijarah; dan
b. Qardh.
Persyaratan:
a. Bank telah ditetapkan sebagai BPS BPIH
oleh otoritas yang berwenang.
b. Bank dalam memberikan jasa
pengurusan haji tidak boleh
mempersyaratkan pemberian
pembiayaan pendaftaran haji.
c. Dalam hal Bank memberikan
pembiayaan pendaftaran haji:
- 88 -
1) besar ujrah pengurusan haji tidak
boleh didasarkan pada jumlah
pembiayaan pendaftaran haji yang
diberikan Bank kepada nasabah.
2) Bank melakukan analisis nasabah
yang antara lain meliputi aspek
personal berupa analisa karakter
(character) dan/atau aspek
keuangan.
g. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Bank menerapkan transparansi
informasi produk dan perlindungan
nasabah sesuai ketentuan yang berlaku.
e. Bank memiliki kebijakan dan prosedur
untuk mitigasi risiko.
f. Bank memiliki sistem pencatatan dan
pengadministrasian rekening yang
memadai.
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan ujrah atas
pengurusan haji.
b. Untuk pengurusan haji, Bank dapat
memberikan pembiayaan pendaftaran
haji atau tidak memberikan pembiayaan
pendaftaran haji. Dalam hal Bank
- 89 -
memberikan pembiayaan pendaftaran
haji, maka:
1) jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun dan tidak dapat diperpanjang;
2) nasabah wajib melunasi pembiayaan
pendaftaran haji yang diberikan
sebelum waktu keberangkatan haji;
3) pengembalian pembiayaan
pendaftaran haji dapat dilakukan
secara berkala atau sekaligus di
akhir;
4) Bank dapat meminta jaminan berupa
bukti pendaftaran haji dan/atau
surat kuasa pembatalan pendaftaran
haji; dan
5) Bank dapat membebankan biaya
administrasi kepada nasabah dalam
bentuk nominal dan tidak dikaitkan
dengan jumlah dan jangka waktu
talangan haji.
Fatwa:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 29/DSN-
MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan
Pengurusan Haji Lembaga Keuangan
Syariah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 79/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Qardh dengan
Menggunakan Dana Nasabah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
- 90 -
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
12.
Anjak Piutang Syariah
Definisi:
Pengalihan penyelesaian piutang atau
tagihan jangka pendek dari nasabah yang
memiliki piutang atau tagihan kepada Bank
yang kemudian menagih piutang tersebut
kepada pihak yang berutang atau pihak
yang ditunjuk oleh pihak yang berutang
sesuai Prinsip Syariah.
Akad:
Wakalah bil ujroh.
Persyaratan:
a. Nasabah mewakilkan kepada Bank
untuk melakukan pengurusan
dokumen-dokumen penjualan kemudian
menagih piutang kepada pihak yang
berutang atau pihak lain yang ditunjuk
oleh pihak yang berutang.
b. Bank menjadi wakil dari nasabah untuk
melakukan penagihan (collection) kepada
pihak yang berutang atau pihak lain
yang ditunjuk oleh pihak yang berutang
untuk membayar.
h. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 91 -
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan biaya
administrasi sesuai dengan
kesepakatan.
b. Bank dapat memberikan dana talangan
(qardh) kepada pihak yang berpiutang
sebesar nilai piutang. Dalam hal Bank
memberikan dana talangan (qardh)
maka antara akad wakalah bil ujrah dan
akad qardh tidak boleh ada keterkaitan.
c. Bank dapat memperoleh ujrah/fee atas
jasanya untuk melakukan penagihan
piutang. Dalam hal bank memperoleh
ujrah/fee:
1) besarnya ujrah/fee harus disepakati
pada saat akad dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk
persentase yang dihitung dari pokok
piutang;
2) pembayaran ujrah/fee dapat diambil
dari dana talangan atau sesuai
kesepakatan dalam akad.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 67/DSN-
MUI/III/ 2008 tentang Anjak Piutang
Syariah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 104/DSN-
MUI/X/2016 tentang Subrogasi
Berdasarkan Prinsip Syariah.
13.
Penjaminan (Garansi)
Syariah
Definisi:
Kesanggupan tertulis yang diberikan oleh
Bank kepada pihak penerima jaminan
bahwa Bank akan membayar sejumlah
uang kepadanya pada waktu tertentu jika
pihak terjamin tidak dapat memenuhi
kewajibannya dalam bentuk Bank Garansi,
- 92 -
Standby L/C, Demand Guarantee dan
Counter Guarantee.
Akad:
Kafalah bil ujroh.
Persyaratan:
a. Bank bertindak sebagai pemberi jaminan
atas pemenuhan kewajiban nasabah
terhadap pihak ketiga.
b. Objek penjaminan:
1) merupakan kewajiban nasabah yang
meminta jaminan;
2) nilai, jumlah, dan spesifikasinya jelas
termasuk jangka waktu penjaminan;
dan
3) tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan ujrah/fee yang
disepakati di awal dan dinyatakan dalam
jumlah nominal tertentu.
b. Bank dapat meminta jaminan.
c. Dalam hal nasabah tidak dapat
memenuhi kewajibannya kepada pihak
ketiga, Bank melakukan pemenuhan
kewajiban kepada pihak ketiga dapat
dengan memberikan dana talangan atau
dengan mengeksekusi jaminan.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 11/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Kafalah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.
- 93 -
14.
Pembiayaan Perdagangan
a.
Penerbitan, Konfirmasi,
Dan Pembiayaan Dengan
Letter Of Credit (L/C) /
SKBDN
Definisi:
Penyediaan salah satu atau beberapa
layanan yang meliputi penerbitan,
konfirmasi, dan pembiayaan L/C atau
SKBDN berdasarkan permintaan tertulis
pemohon (applicant) yang mengikat Bank
pembuka (issuing bank) untuk:
a. melakukan pembayaran kepada
penerima atau ordernya, atau
mengaksep dan membayar wesel yang
ditarik oleh penerima;
b. memberi kuasa kepada Bank lain untuk
melakukan pembayaran kepada
penerima, mengaksep dan membayar
wesel yang ditarik oleh penerima;
c. memberi kuasa kepada Bank lain untuk
menegosiasi wesel yang ditarik oleh
penerima, atas penyerahan dokumen
sepanjang persyaratan dan kondisi L/C
atau SKBDN dipenuhi;
d. meminta konfirmasi kepada Bank
penjamin (confirming bank) atas L/C
atau SKBDN yang diterbitkan; dan/atau
e. melakukan pembiayaan atas L/C atau
SKBDN yang diterbitkan.
Akad:
a. Wakalah bil Ujrah;
b. Wakalah bil Ujrah dan Qardh;
c. Kafalah bil Ujrah;
d. Murabahah;
e. Salam/Istishna’ dan Murabahah;
f. Wakalah bil Ujrah dan Mudarabah;
g. Musyarakah;
h. MMQ;
i. IMBT;
- 94 -
j. Wakalah bil Ujrah dan Hawalah;
dan/atau
k. Akad syariah yang sesuai.
Persyaratan:
a. Bank memenuhi ketentuan yang
mengatur mengenai L/C atau SKBDN.
b. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan penerbitan L/C atau
SKBDN dalam bentuk perjanjian tertulis
atau menggunakan formulir atau bentuk
lain yang dapat dipersamakan dengan
itu yang terdokumentasi serta dapat
dilakukan secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Bank dapat memperoleh
imbalan/fee/ujrah/margin/bagi hasil
yang disepakati di awal.
b. Bank dapat meminta jaminan.
c. Bila nasabah tidak memiliki dana yang
cukup untuk membayar harga barang
yang dipesan maka:
1) Bank dapat memberikan dana
talangan (qardh) kepada nasabah
untuk pelunasan pembayaran barang
pesanan berdasarkan prinsip
wakalah dan qardh;
2) Bank dapat bertindak selaku penjual
yang menjual barang pesanan kepada
nasabah dengan keuntungan yang
disepakati berdasarkan prinsip
pembiayaan
murabahah/salam/istishna’;
- 95 -
3) Bank dapat bertindak selaku pemilik
dana yang menyerahkan modal
kepada nasabah senilai harga barang
yang dipesan, berdasarkan prinsip
pembiayaan mudarabah/
musyarakah.
4) Bank dapat bertindak selaku pemilik
dana yang melakukan pembayaran
kepada penerima sehingga
pembayaran beralih dari nasabah
kepada Bank berdasarkan prinsip
hawalah.
5) Dalam hal SKBDN menggunakan
akad kafalah atau wakalah, Bank
dapat melakukan pembiayaan ulang
menggunakan akad MMQ atau IMBT
atas barang yang telah dibeli oleh
nasabah.
6) Bank dapat menggunakan akad
wakalah bil ujrah, dengan ketentuan:
a) nasabah importir memiliki dana
pada Bank sebesar harga
pembayaran barang yang diimpor;
b) nasabah importir dan Bank
melakukan akad wakalah bil ujrah
untuk pengurusan dokumen-
dokumen transaksi impor; dan
c) besar ujrah harus disepakati di
awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase.
7) Bank dapat menggunakan akad
wakalah bil ujrah dan qardh, dengan
ketentuan:
a) nasabah importir tidak memiliki
dana cukup pada Bank untuk
- 96 -
pembayaran harga barang yang
diimpor;
b) nasabah importir dan Bank
melakukan akad wakalah bil ujrah
untuk pengurusan dokumen-
dokumen transaksi impor;
c) besar ujrah harus disepakati di
awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase; dan
d) Bank memberikan dana talangan
(qardh) kepada importir untuk
pelunasan pembayaran barang
impor.
8) Bank dapat menggunakan akad
murabahah, dengan ketentuan:
a) Bank bertindak selaku pembeli
yang mewakilkan kepada nasabah
importir untuk melakukan
transaksi dengan eksportir;
b) pengurusan dokumen dan
pembayaran dilakukan oleh Bank
saat dokumen diterima (at sight)
dan/atau tangguh sampai dengan
jatuh tempo (usance);
c) Bank menjual barang secara
murabahah kepada nasabah
importir, baik dengan pembayaran
tunai maupun cicilan; dan
d) biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
Bank akan diperhitungkan sebagai
harga perolehan barang.
9) Bank dapat menggunakan akad
salam/istishna’ dan murabahah,
dengan ketentuan:
- 97 -
a) Bank melakukan akad salam atau
istishna’ dengan mewakilkan
kepada nasabah importir untuk
melakukan transaksi tersebut;
b) pengurusan dokumen dan
pembayaran dilakukan oleh Bank;
c) Bank menjual barang secara
murabahah kepada nasabah
importir, baik dengan pembayaran
tunai maupun cicilan; dan
d) biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
Bank akan diperhitungkan sebagai
harga perolehan barang.
10) Bank dapat menggunakan akad
wakalah bil ujrah dan mudarabah,
dengan ketentuan:
a) nasabah melakukan akad
wakalah bil ujrah kepada Bank
untuk melakukan pengurusan
dokumen dan pembayaran; dan
b) Bank dan nasabah importir
melakukan akad mudarabah,
dimana Bank bertindak selaku
pemilik dana menyerahkan modal
kepada nasabah importir sebesar
harga barang yang diimpor.
11) Bank dapat menggunakan akad
musyarakah di mana Bank dan
nasabah importir menyertakan modal
untuk melakukan kegiatan impor
barang.
12) Bank dapat menggunakan akad
kafalah bil ujrah, dengan ketentuan:
a) ujrah/fee atas transaksi kafalah
harus disepakati dan dituangkan
dalam akad; dan
- 98 -
b) pelunasan pembayaran barang
yang diadakan berdasarkan L/C
tersebut dapat dilakukan dengan:
i. dana nasabah; atau
ii. dalam hal nasabah tidak
memiliki dana maka
pembayaran menggunakan
pembiayaan dari Bank
dengan menggunakan akad
syariah yang sesuai
berdasarkan Fatwa DSN-MUI.
13) Dalam hal pengiriman barang telah
terjadi, sedangkan pembayaran
belum dilakukan, alternatif akad
yang digunakan adalah:
a) alternatif 1 menggunakan wakalah
bil ujrah dan qardh, dengan
ketentuan:
i. nasabah importir tidak
memiliki dana cukup pada
Bank untuk pembayaran
harga barang yang diimpor;
ii. nasabah importir dan Bank
melakukan akad wakalah bil
ujrah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi
impor;
iii. besar ujrah harus disepakati
di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase; dan
iv. Bank memberikan dana
talangan (qardh) kepada
nasabah importir untuk
pelunasan pembayaran
barang impor; atau
- 99 -
b) alternatif 2 menggunakan wakalah
bil ujrah dan hawalah, dengan
ketentuan:
i. nasabah importir tidak
memiliki dana cukup pada
Bank untuk pembayaran
harga barang yang diimpor;
ii. nasabah importir dan Bank
melakukan akad wakalah
untuk pengurusan dokumen-
dokumen transaksi impor;
iii. besar ujrah harus disepakati
di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase; dan
iv. hutang kepada eksportir
dialihkan oleh nasabah
importir menjadi hutang
kepada Bank dengan meminta
Bank membayar kepada
eksportir senilai barang yang
diimpor.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-
MUI/IX/2002 tentang Al Ijarah Al-
Muntahiyah Bi Al-Tamlik.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 34/DSN-
MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit
(L/C) Impor Syariah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 57/DSN-
MUI/IV/2007 tentang Letter of Credit
(L/C) dengan akad Kafalah bil Ujrah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
- 100 -
b.
Penerimaan, Penagihan,
Konfirmasi, Penjaminan
dan Pembiayaan L/C dan
SKBDN
Definisi:
Penyediaan salah satu atau beberapa
layanan yang meliputi penerimaan,
penagihan, konfirmasi, pengalihan, dan
pembiayaan L/C atau SKBDN yang
diterbitkan oleh Bank penerbit untuk
memfasilitasi perdagangan dengan
pemenuhan persyaratan tertentu sesuai
dengan Prinsip Syariah yang meliputi:
a. menerima dan meneruskan L/C atau
SKBDN kepada penerima;
b. melakukan penagihan kepada Bank
penerbit sesuai instruksi dari penerima;
c. menerima jasa penagihan piutang atau
tagihan jangka pendek yang dimiliki oleh
nominated bank kepada Bank yang
kemudian menagih piutang tersebut
kepada pihak yang berhutang (issuing
bank) sesuai Prinsip Syariah;
d. menambahkan konfirmasi atas L/C atau
SKBDN yang diterima dari Bank
penerbit;
e. melakukan pengalihan L/C atau SKBDN
atas permintaan penerima pertama
kepada penerima kedua (transferable);
f. memberikan jasa penjaminan yang
diberikan oleh penanggung/kafiil (dhi.
Bank) kepada pihak ketiga atau yang
tertanggung/makful lahu (nominated
bank) untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua (issuing bank) atau yang
ditanggung (makfuul’anhu/ashil) atas
L/C atau SKBDN yang diterbitkan oleh
issuing bank; dan/atau
g. memberikan pembiayaan atas L/C atau
SKBDN yang diterima.
- 101 -
Akad:
a. Wakalah bil Ujrah;
b. Wakalah bil Ujrah dan Qardh;
c. Wakalah bil Ujrah dan Mudaharabah;
d. Musyarakah;
e. MMQ;
f. Salam;
g. Al Bai dan Wakalah;
h. Kafalah bil Ujrah; dan/atau
i. Akad syariah lain yang sesuai.
Persyaratan:
Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan penerbitan L/C atau SKBDN
dalam bentuk perjanjian tertulis atau
menggunakan formulir atau bentuk lain
yang dapat dipersamakan dengan itu yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan kesepakatan
para pihak sesuai Prinsip Syariah dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Bank dapat memperoleh imbalan/fee/
ujrah/margin/bagi hasil yang disepakati
di awal.
b. Bank dapat meminta jaminan.
c. Dalam hal nasabah tidak memiliki dana
yang cukup untuk memproduksi barang
pesanan atau mendapatkan pembayaran
lebih awal maka Bank dapat
memberikan pembiayaan dalam bentuk
mudarabah dan musyarakah.
d. Dalam hal nasabah tidak memiliki dana
yang cukup untuk memproduksi barang
yang diekspor, maka:
- 102 -
1) Bank dapat memberikan dana
talangan (qardh) kepada nasabah
untuk proses produksi barang yang
dipesan oleh importir;
2) Bank dapat bertindak selaku pemilik
dana (shahibul mal) yang
menyerahkan modal kepada nasabah
senilai harga barang yang diekspor,
berdasarkan prinsip pembiayaan
mudarabah atau musyarakah;
3) Bank dapat menggunakan akad
wakalah bil ujrah, dengan ketentuan:
a) Bank melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor;
b) Bank melakukan penagihan
(collection) kepada Bank penerbit
L/C (issuing bank) dan selanjutnya
dibayarkan kepada eksportir
setelah dikurangi ujrah; dan
c) besar ujrah disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam persentase;
4) Bank dapat menggunakan akad
wakalah bil ujrah dan qardh, dengan
ketentuan:
a) Bank melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor;
b) Bank melakukan penagihan
(collection) kepada Bank penerbit
L/C (issuing bank);
c) Bank memberikan dana talangan
(qardh) kepada nasabah eksportir
sebesar harga barang ekspor;
d) besarnya ujrah disepakati di awal
dan dinyatakan dalam bentuk
- 103 -
nominal, bukan dalam bentuk
persentase;
e) pembayaran ujrah dapat diambil
dari dana talangan sesuai
kesepakatan dalam akad; dan
f) antara akad wakalah bil ujrah dan
akad qardh, tidak dibolehkan
adanya keterkaitan (ta’alluq);
5) Bank dapat menggunakan akad
wakalah bil ujrah dan mudarabah,
dengan ketentuan:
a) Bank memberikan kepada
eksportir seluruh dana yang
dibutuhkan dalam proses
produksi barang ekspor yang
dipesan oleh importir;
b) Bank melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor;
c) Bank melakukan penagihan
(collection) kepada Bank penerbit
L/C (issuing bank);
d) pembayaran oleh Bank penerbit
L/C dapat dilakukan pada saat
dokumen diterima (at sight) atau
pada saat jatuh tempo (usance);
e) pembayaran dari Bank penerbit
L/C (issuing bank) dapat
digunakan untuk pembayaran
ujrah, pengembalian dana
mudarabah, pembayaran bagi
hasil; dan
f) besar ujrah disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk
persentase;
- 104 -
6) Bank dapat menggunakan akad
musyarakah, dengan ketentuan:
a) Bank memberikan kepada
eksportir sebagian dana yang
dibutuhkan dalam proses
produksi barang ekspor yang
dipesan oleh importir;
b) Bank melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor;
c) Bank melakukan penagihan
(collection) kepada Bank penerbit
L/C (issuing bank).; Pembayaran
oleh Bank penerbit L/C dapat
dilakukan pada saat dokumen
diterima (at sight) atau pada saat
jatuh tempo (usance); dan
d) pembayaran dari Bank penerbit
L/C (issuing bank) dapat
digunakan untuk pengembalian
dana musyarakah dan/atau
pembayaran bagi hasil; dan/atau
7) Bank dapat menggunakan akad al-
bai’ dan wakalah, dengan ketentuan:
a) Bank membeli barang dari
eksportir;
b) Bank menjual barang kepada
importir yang diwakili eksportir;
c) Bank membayar kepada eksportir
setelah pengiriman barang kepada
importir; dan
d) Pembayaran oleh Bank penerbit
L/C (issuing bank) dapat
dilakukan pada saat dokumen
diterima (at sight) atau pada saat
jatuh tempo (usance).
- 105 -
e. Pengalihan SKBDN tanpa perpindahan
hak tagih (transferable) dapat
menggunakan akad wakalah bil ujrah.
f. Pembiayaan negosiasi tanpa hak regres
(without recourse) dokumen SKBDN
dapat dilakukan melalui mekanisme
subrogasi sesuai Prinsip Syariah dengan
kompensasi atau tanpa kompensasi.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 35/DSN-
MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit
(L/C) Ekspor Syariah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 60/DSN-
MUI/V/2007 tentang Penyelesaian
Piutang dalam Ekspor.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 104/DSN-
MUI/X/2016 tentang Subrogasi
berdasarkan Prinsip Syariah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
c.
Layanan Dan
Pembiayaan
Perdagangan Tanpa
Letter Of Credit (L/C)
atau SKBDN
Definisi:
Penyediaan layanan dan fasilitas
pembiayaan perdagangan oleh Bank kepada
nasabah tanpa L/C atau SKBDN.
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
Persyaratan:
Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan penerbitan L/C atau SKBDN
dalam bentuk perjanjian tertulis atau
menggunakan formulir atau bentuk lain
yang dapat dipersamakan dengan itu yang
- 106 -
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan kesepakatan
para pihak sesuai Prinsip Syariah dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Bank dapat menggunakan 3 (tiga)
macam skema layanan atau
pembiayaan:
1) pembayaran di muka (advance
payment);
2) pembayaran kemudian (open account)
misalnya, invoice financing, account
receivables/account payable
financing; dan/atau
3) inkaso (collection basis) misalnya,
document against
acceptance/document against
payment financing.
Dalam hal menggunakan skema
collection basis, Bank juga harus
mengacu pada ketentuan
internasional dan pemerintah.
b. Bank dapat meminta jaminan.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:
Fatwa DSN-MUI terkait sesuai dengan akad
yang digunakan.
15.
Pembiayaan Qardh
beragun Emas
Definisi:
Pembiayaan qardh dengan agunan berupa
emas yang diikat dengan akad rahn, dimana
emas yang diagunkan disimpan dan
dipelihara oleh Bank selama jangka waktu
tertentu dengan membayar biaya
penyimpanan dan pemeliharaan atas emas
sebagai objek rahn.
- 107 -
Akad:
a. akad qardh, untuk pengikatan pinjaman
dana yang disediakan Bank; dan
b. akad rahn, untuk pengikatan emas
sebagai agunan atas pinjaman dana.
Persyaratan:
a. Tujuan penggunaan adalah untuk
membiayai keperluan dana jangka
pendek serta tidak dimaksudkan untuk
tujuan investasi emas.
b. Tujuan penggunaan dana oleh nasabah
wajib dicantumkan secara jelas pada
formulir aplikasi produk.
c. Biaya yang dapat dikenakan oleh Bank
kepada nasabah antara lain biaya
administrasi, biaya asuransi, dan biaya
penyimpanan dan pemeliharaan.
d. Penetapan besarnya biaya penyimpanan
dan pemeliharaan agunan emas
didasarkan pada berat agunan emas dan
tidak dikaitkan dengan jumlah pinjaman
yang diterima nasabah.
e. Pendapatan dari penyimpanan dan
pemeliharaan emas yang berasal dari
produk qardh beragun emas yang
sumber dananya berasal dari dana pihak
ketiga harus dibagikan kepada nasabah
penyimpan dana.
f. Emas yang akan diserahkan sebagai
agunan qardh beragun emas harus
sudah dimiliki oleh nasabah pada saat
permohonan pembiayaan diajukan.
g. Jumlah portofolio qardh beragun emas
pada setiap akhir bulan paling banyak:
- 108 -
1) untuk bank umum syariah, jumlah
yang lebih kecil antara sebesar 20%
(dua puluh persen) dari jumlah
seluruh pembiayaan yang diberikan
atau sebesar 150% (seratus lima
puluh persen) dari modal Bank sesuai
dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum bank
umum syariah; atau
2) untuk unit usaha syariah, sebesar
20% (dua puluh persen) dari jumlah
seluruh pembiayaan yang diberikan.
h. Pembiayaan qardh beragun emas dapat
diberikan paling banyak sebesar
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah) untuk setiap nasabah,
dengan jangka waktu pembiayaan paling
lama 4 (empat) bulan.
i. Khusus untuk nasabah usaha mikro dan
kecil, dapat diberikan pembiayaan qardh
beragun emas paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),
dengan jangka waktu pembiayaan paling
lama 18 (delapan belas) bulan dengan
angsuran setiap bulan.
Karakteristik:
Sumber dana pembiayaan dapat berasal
dari bagian modal, keuntungan yang
disisihkan, dan/atau dana pihak ketiga.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.
- 109 -
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 79/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Qardh dengan
Menggunakan Dana Nasabah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 25/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 26/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 92/DSN-
MUI/20014 tentang Pembiayaan yang
disertai Rahn.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
16.
Pembiayaan Executing
Definisi:
Pembiayaan dengan skema kerjasama
antara Bank dengan lembaga keuangan
dimana pihak lembaga keuangan sebagai
penerima dana bertindak sebagai pengelola
dan memperoleh bagi hasil dari pengelolaan
dana tersebut. Nasabah akhir tidak tercatat
sebagai nasabah Bank.
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
Persyaratan dan Karakteristik:
Menyesuaikan dengan pembiayaan
mudarabah.
17.
Pembiayaan Channeling
(Pembiayaan Penerusan)
Definisi:
Pembiayaan dengan skema kerjasama
antara Bank dengan lembaga keuangan
dimana pihak lembaga keuangan sebagai
penerima dana hanya bertindak sebagai
pengelola dan memperoleh imbalan atau fee
dari pengelolaan dana tersebut dan risiko
yang timbul dari kegiatan ini berada pada
Bank sebagai pihak yang memiliki dana.
- 110 -
Akad:
Perjanjian kerja sama antara Bank dan
mitra lembaga keuangan menggunakan
prinsip wakalah, sedangkan akad pemberi
pembiayaan kepada end-user:
a. ijarah multijasa;
b. murabahah;
c. MMQ;
d. IMBT; atau
e. akad syariah lain yang sesuai.
Persyaratan:
a. Bank memiliki kebijakan dan prosedur
untuk mitigasi risiko.
b. Bank memiliki sistem pencatatan dan
pengadministrasian rekening yang
memadai.
c. Kontrak antara Bank dan end-user
secara jelas menyatakan bahwa peran
mitra lembaga keuangan hanya sebagai
perantara.
d. End-user mengetahui bahwa
pembiayaan diperoleh dari pihak Bank.
e. End-user tercatat sebagai nasabah Bank.
f. Bank memiliki mekanisme audit atas
pelaksanaan pembiayaan,
pengadministrasian jaminan, dan
dokumentasi end-user.
g. Lembaga keuangan memiliki sistem yang
dapat terverifikasi oleh Bank.
h. Kerjasama antara Bank dan lembaga
keuangan diatur dalam perjanjian
kerjasama yang mencerminkan hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
i. Wajib terdapat klausul dalam perjanjian
kerjasama sebagai berikut:
- 111 -
1) sumber daya manusia lembaga
keuangan memiliki kemampuan
dalam menjual produk syariah;
2) penetapan risiko berdasarkan
keputusan Bank;
3) mekanisme audit;
4) dalam hal terdapat ketentuan
mengenai financing to value (FTV),
maka nilai maksimum pembiayaan
Bank berdasarkan FTV;
5) kriteria nasabah end-user;
6) standar dokumen persyaratan; dan
7) akad pembiayaan.
Karakteristik:
Bank menyediakan seluruh nilai
pembiayaan kepada end-user dan lembaga
keuangan mitra berperan sebagai wakil bagi
Bank dalam pengelolaan penyaluran
pembiayaan kepada end-user.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Wakalah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor
27/DSNMUI/III/2002 tentang al-Ijarah
al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-
MUIIVII2008 tentang Sale and Lease
Back.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqisah.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.
- 112 -
g. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah.
h. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
18.
Pembiayaan Sindikasi
Definisi:
Pemberian pembiayaan bersama oleh
sekelompok pemberi pembiayaan kepada
satu nasabah, yang pada umumnya jumlah
pembiayaannya terlalu besar apabila
diberikan oleh satu pemberi pembiayaan
saja. Dalam suatu perjanjian pembiayaan
sindikasi, Bank dapat bertindak antara lain
sebagai arranger, underwriter, agen, atau
partisipan.
Akad:
a. Antara sesama peserta sindikasi:
mudarabah, musyarakah, wakalah bil
ujrah, dan akad syariah lainnya yang
sesuai.
b. Antara entitas sindikasi dengan
nasabah: akad jual beli, sewa menyewa
(ijarah), musyarakah, dan akad syariah
lainnya yang sesuai.
Persyaratan:
a. Ketentuan terkait rekening dan
dokumen akad:
1) dalam hal sindikasi dilakukan
sesama bank syariah, maka rekening,
dokumen kontrak, serta dokumen-
dokumen pendukung lainnya dapat
diadministrasikan/disusun dalam
satu dokumen; atau
- 113 -
2) dalam hal sindikasi dilakukan antara
bank syariah dengan bank
konvensional atau lembaga keuangan
lainnya, maka harus:
a) menggunakan rekening
pembiayaan yang terpisah; dan
b) dibuatkan dokumen induk
(perjanjian bersama) yang
kemudian dibuat dokumen untuk
khusus untuk bank syariah
tersendiri dan untuk bank
konvensional tersendiri.
b. Tanggung jawab dari peserta sindikasi
tidak bersifat tanggung renteng dimana
masing-masing peserta sindikasi hanya
bertanggung jawab untuk bagian jumlah
pembiayaan yang menjadi komitmennya.
c. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
Pemberi pembiayaan dapat terdiri dari:
1) bank syariah dan perbankan (termasuk
bank konvensional);
2) bank syariah dan lembaga keuangan
non bank; atau
3) bank syariah dan institusi lain yang
memberikan pembiayaan.
- 114 -
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 91/DSN-
MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan
Sindikasi (Al-Tamwil Al-Mashrifi Al-
Mujamma).
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
c. Fatwa yang terkait dengan akad yang
digunakan.
18.
Joint Financing
(Pembiayaan Bersama)
Definisi:
Pembiayaan dengan skema kerjasama
antara Bank dengan lembaga keuangan
dimana sumber dana untuk pembiayaan ini
harus berasal dari lembaga keuangan dan
Bank sehingga risiko menjadi beban
masing-masing pihak secara proporsional
sesuai dengan besaran dana yang
dikeluarkan.
Akad:
Perjanjian kerja sama antara Bank dan
lembaga keuangan mitra menggunakan
prinsip wakalah atau musyarakah/syirkah,
sedangkan akad pemberi pembiayaan (Bank
dan lembaga keuangan mitra) kepada end-
user:
a. ijarah multijasa;
b. murabahah;
c. MMQ;
d. IMBT; atau
e. akad Syariah lain yang sesuai.
Persyaratan:
a. Perjanjian antara Bank dan end-user
secara jelas menyatakan bahwa Bank
- 115 -
dan lembaga keuangan berperan sebagai
pemberi pembiayaan. Bank memiliki
sistem pencatatan dan
pengadministrasian rekening yang
memadai.
b. End-user mengetahui bahwa
pembiayaan diperoleh dari pihak
lembaga keuangan dan Bank sesuai
porsi masing-masing. Perjanjian kerja
sama antara Bank dan mitra secara jelas
menyatakan hak dan kewajiban masing-
masing pihak.
c. End-user tercatat sebagai nasabah Bank
sesuai porsi Bank. End-user mengetahui
bahwa pembiayaan diperoleh dari pihak
Bank sejumlah porsi yang dibiayai oleh
Bank.
d. Bank memiliki mekanisme audit atas
pelaksanaan pembiayaan,
pengadministrasian jaminan, dan
dokumentasi end-user. End-user tercatat
sebagai nasabah Bank sesuai dengan
porsi Bank.
e. Lembaga keuangan memiliki sistem yang
dapat terverifikasi oleh Bank.
f. Kerja sama antara Bank dan lembaga
keuangan diatur dalam perjanjian kerja
sama yang mencerminkan hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
g. Wajib terdapat klausul dalam perjanjian
kerja sama sebagai berikut;
1) sumber daya manusia lembaga
keuangan memiliki kemampuan
dalam menjual produk syariah;
2) penetapan risiko berdasarkan
keputusan Bank;
- 116 -
3) mekanisme audit;
4) dalam hal terdapat ketentuan
mengenai FTV, maka nilai maksimum
pembiayaan Bank berdasarkan FTV;
5) kriteria nasabah end-user;
6) standar dokumen persyaratan; dan
7) akad pembiayaan.
h. Lembaga keuangan harus memiliki
pencatatan dan pelaporan yang sama
dengan Bank. Bank memiliki mekanisme
audit atas pelaksanaan pembiayaan.
Karakteristik:
a. Bank dan mitra lembaga keuangan
menyediakan porsi pembiayaan masing-
masing pihak untuk disalurkan kepada
end-user (misal Bank 90%: mitra 10%)
b. Bank dan lembaga keuangan mitra
menanggung kerugian sesuai dengan
porsi pembiayaannya dalam joint
financing.
c. Penempatan dapat dilakukan dengan
mata uang rupiah atau valuta asing
(khusus untuk pembiayaan dalam valuta
asing hanya hanya berlaku bagi Bank
dan lembaga keuangan yang telah
mendapat persetujuan untuk
melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing).
d. Total nilai pembiayaan yang diberikan
kepada end user sesuai dengan
ketentuan FTV. Berlaku untuk
pembiayaan yang diberikan oleh Bank
kepada end user melalui koperasi
karyawan, multifinance, koperasi
pensiun, dan usaha sejenis lainnya.
- 117 -
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Wakalah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor
27/DSNMUI/III/2002 tentang al-Ijarah
al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-
MUIIVII2008 tentang Sale and Lease
Back.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqisah.
g. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.
h. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
19.
Pembiayaan Ulang
(Refinancing)
Definisi:
Pemberian fasilitas pembiayaan bagi
nasabah yang telah memiliki aset
sepenuhnya atau nasabah yang belum
melunasi pembiayaan sebelumnya.
Akad:
a. MMQ;
b. Bai’ wal isti’jar; atau
c. Bai dalam rangka MMQ.
Persyaratan:
a. Pembiayaan ulang hanya dapat
dilakukan untuk:
- 118 -
1) pembiayaan yang diberikan kepada
calon nasabah/nasabah yang telah
memiliki aset sepenuhnya; dan/atau
2) pembiayaan yang diberikan kepada
nasabah yang telah menerima
pembiayaan yang belum dilunasinya.
b. Pembiayaan ulang yang diberikan
kepada calon nasabah/nasabah yang
telah memiliki aset sepenuhnya
sebagaimana butir a.1) diberikan kepada
calon nasabah/nasabah yang sedang
dalam proses pengajuan pembiayaan
kepada Bank.
c. Dalam hal pembiayaan ulang diberikan
kepada nasabah yang belum melunasi
pembiayaan sebelumnya, maka dana
pembiayaan ulang dapat digunakan
nasabah untuk menyelesaikan
kewajiban dan/atau utang atas
pembiayaan sebelumnya atau
penambahan fasilitas pembiayaan
nasabah di Bank.
d. Dalam hal pembiayaan ulang diberikan
kepada nasabah untuk pembiayaan
tambahan (top up) berdasarkan properti
yang masih menjadi agunan pembiayaan
sebelumnya, maka:
1) pembiayaan tambahan (top up)
tersebut diperlakukan sebagai
pembiayaan baru; dan
2) jumlah pembiayaan tambahan (top
up) yang diberikan wajib
memperhitungkan jumlah baki debet
pembiayaan sebelumnya yang
menggunakan agunan yang sama.
- 119 -
i. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan pembiayaan dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Obyek pembiayaan ulang dapat berupa
properti, kendaraan bermotor, atau aset
lainnya.
b. Bank melakukan penaksiran terhadap
barang atau aset calon nasabah untuk
menentukan harga wajar.
c. Terdapat 3 (tiga) mekanisme yang dapat
digunakan:
1) mekanisme MMQ:
a) Calon nasabah mengajukan
pembiayaan kepada Bank dalam
rangka pembiayaan ulang;
b) Bank melakukan penaksiran
terhadap barang atau aset calon
nasabah untuk ditentukan harga
yang wajar, dalam rangka
penentuan modal usaha yang
disertakan nasabah dalam
bersyirkah dengan Bank;
c) Bank menyertakan dana dalam
jumlah tertentu yang akan
dijadikan modal usaha syirkah
dengan nasabah yang disertai
syarat agar nasabah
- 120 -
menyelesaikan kewajiban
dan/atau utang atas pembiayaan
sebelumnya, jika ada;
d) Bank memberikan kuasa (akad
wakalah) kepada nasabah untuk
melakukan usaha yang halal dan
baik antara lain dengan akad
ijarah;
e) nasabah dan Bank membagi
keuntungan usaha sesuai nisbah
yang disepakati atau porsi modal
yang disertakan (proporsional),
dan kerugian dibagi sesuai
dengan porsi modal; dan
f) nasabah melakukan pengalihan
komersil atas hishah milik Bank
secara berangsur sesuai
perjanjian.
2) mekanisme al-bai' wa al-isti'jar (jual
beli untuk disewakan):
a) calon nasabah yang memiliki
barang mengajukan pembiayaan
kepada Bank dalam rangka
pembiayaan ulang;
b) Bank membeli barang yang
merupakan milik nasabah dengan
akad bai'. Pembelian barang ini
dapat tidak diikuti dengan
perubahan bukti kepemilikan
barang;
c) nasabah menyelesaikan kewajiban
dan/atau utang atas pembiayaan
sebelumnya, jika ada;
d) Bank dan nasabah melakukan
akad IMBT; dan
- 121 -
e) pengalihan kepemilikan obyek
sewa kepada nasabah hanya boleh
dilakukan dengan akad hibah
pada waktu akad ijarah berakhir.
Hibah ini dapat tidak diikuti
dengan perubahan bukti
kepemilikan.
3) mekanisme al-bai' untuk MMQ:
a) calon nasabah yang memiliki
barang mengajukan pembiayaan
kepada Bank dalam rangka
pembiayaan ulang;
b) Bank melakukan penaksiran
terhadap barang atau aset calon
nasabah untuk ditentukan harga
yang wajar, dalam pembelian
sebagiannya oleh Bank;
c) Bank membeli (dengan akad al-
bai) atas sebagian barang dari
nasabah, sehingga terjadi syirkah
atas barang untuk pembentukan
modal usaha syirkah;
d) nasabah menyelesaikan kewajiban
dan/atau utang atas pembiayaan
sebelumnya, jika ada; dan
e) Bank dan nasabah melakukan
akad MMQ dengan modal berupa
barang yang dinyatakan dalam
hishah/unit hishah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor
27/DSNMUI/III/2002 tentang al-Ijarah
al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-
MUIIVII2008 tentang Sale and Lease
Back.
- 122 -
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqisah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 89/DSN-
MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan
Ulang (Refinancing) Syariah.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
20.
Pengalihan
Utang/Pembiayaan
Definisi:
Pemindahan utang nasabah dari lembaga
keuangan konvensional ke Bank dan/atau
pemindahan pembiayaan nasabah dari
lembaga keuangan syariah ke Bank.
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
Persyaratan:
a. Dalam hal pemindahan utang nasabah
dari lembaga keuangan konvensional ke
Bank maka:
1) nasabah merupakan nasabah yang
memiliki kredit dari lembaga
keuangan konvensional yang ingin
mengalihkan utangnya kepada Bank;
2) kredit yang akan dialihkan memiliki
underlying asset yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
dan
3) kredit yang akan dialihkan memiliki
tujuan penggunaan yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
b. Dalam hal pemindahan pembiayaan
nasabah dari lembaga keuangan syariah
- 123 -
ke Bank maka nasabah merupakan
nasabah yang memiliki pembiayaan dari
lembaga keuangan syariah yang ingin
mengalihkan pembiayaannya kepada
Bank.
c. Dalam hal pemindahan utang atau
pemindahan pembiayaan diberikan
kepada nasabah untuk pembiayaan
properti maka:
1) Pembiayaan yang hanya ditujukan
untuk pelunasan kredit di lembaga
keuangan konvensional sebelumnya
atau pelunasan pembiayaan di
lembaga keuangan syariah
sebelumnya tidak diperlakukan
sebagai pembiayaan baru; atau
2) Pembiayaan yang disertai dengan
tambahan (top up) diperlakukan
sebagai pembiayaan baru sehingga
tunduk pada persyaratan
pembiayaan ulang.
j. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan dalam perjanjian tertulis
dan dapat juga dilakukan secara lisan
dan perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karakteristik:
a. Dalam hal pemindahan utang nasabah
dari lembaga keuangan konvensional ke
Bank:
1) alternatif 1
- 124 -
a) Bank memberikan pinjaman qardh
kepada nasabah untuk melunasi
kredit nasabah di lembaga
keuangan konvensional sehingga
aset yang dibeli dengan kredit
tersebut menjadi milik nasabah
secara penuh;
b) Nasabah menjual aset tersebut
kepada Bank dan hasil
penjualannya digunakan untuk
melunasi pinjaman qardh;
c) Bank menjual aset yang telah
menjadi milik Bank kepada
nasabah secara murabahah
dengan pembayaran secara
cicilan; dan
d) Memenuhi ketentuan pembiayaan
qardh dan pembiayaan
murabahah;
2) Alternatif 2
a) Bank dengan seizin lembaga
keuangan konvensional membeli
sebagian aset nasabah yang
dibiayai oleh lembaga keuangan
konvensional sehingga terjadi
kepemilikan bersama antara Bank
dan nasabah terhadap aset
tersebut;
b) Bagian aset yang dibeli Bank yaitu
bagian aset yang senilai dengan
sisa utang (sisa kredit) nasabah
kepada lembaga keuangan
konvensional;
c) Bank menjual bagian aset yang
telah dimilikinya tersebut kepada
nasabah secara murabahah
- 125 -
dengan pembayaran secara
cicilan; dan
d) memenuhi ketentuan pembiayaan
murabahah;
3) Alternatif 3
a) dalam pengurusan untuk
memperoleh kepemilikan penuh
atas aset, nasabah dapat
melakukan akad ijarah dengan
Bank;
b) dalam hal diperlukan, Bank dapat
membantu menalangi kewajiban
nasabah dengan memberikan
pinjaman qardh;
c) akad ijarah sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) tidak
dapat dipersyaratkan dengan
pemberian talangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b);
d) besar imbalan jasa ijarah
sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) tidak boleh didasarkan
pada jumlah talangan yang
diberikan Bank kepada nasabah
sebagaimana dimaksud dalam
huruf b); dan
e) Memenuhi ketentuan pembiayaan
ijarah dan/atau pembiayaan
qardh;
4) alternatif 4
a) Bank memberikan qardh kepada
nasabah untuk melunasi kredit,
dengan demikian aset yang dibeli
dengan kredit tersebut menjadi
milik nasabah secara penuh;
- 126 -
b) nasabah menjual aset tersebut
kepada bank syariah dan hasil
penjualannya digunakan untuk
melunasi pinjaman qardh;
c) bank syariah menyewakan aset
yang telah menjadi milik Bank
kepada nasabah dengan akad
IMBT; dan
d) Memenuhi ketentuan pembiayaan
IMBT dan pembiayaan qardh;
5) alternatif 5
a) nasabah yang masih memiliki
kredit pada lembaga keuangan
konvensional mengajukan
permohonan pengalihan utangnya
kepada Bank dengan akad MMQ;
b) Bank dan nasabah melakukan
akad MMQ dengan ketentuan
Bank dan nasabah menyertakan
modal usaha senilai kesepakatan
antara Bank dengan nasabah;
c) nasabah melunasi kreditnya
kepada lembaga keuangan
konvensional;
d) nasabah menyewa barang yang
menjadi obyek syirkah
(musyarakah) dengan akad ijarah
dan/atau nasabah dan Bank
melakukan kegiatan usaha
dengan pihak ketiga dalam
bentuk:
i. kegiatan usaha sewa
menyewa;
ii. kegiatan usaha jual beli;
dan/atau
iii. kegiatan usaha bagi hasil;
- 127 -
e) Bank dan nasabah berbagi
pendapatan atas kegiatan
sebagaimana diatur dalam huruf
d); dan
f) Nasabah membeli porsi
kepemilikan (hishshah) modal
syirkah Bank secara bertahap
sesuai dengan jadwal yang
disepakati;
6) Alternatif 6
a) nasabah yang masih memiliki
kredit lembaga keuangan
konvensional mengajukan
permohonan pengalihan utangnya
kepada Bank;
b) Bank setelah menyetujui
permohonan nasabah tersebut,
melakukan akad hawalah bi al-
ujrah dan membayar sebagian
atau seluruh utang nasabah
kepada lembaga keuangan
konvensional pada waktu yang
disepakati;
c) nasabah membayar ujrah kepada
Bank atas jasa hawalah; dan
d) nasabah membayar kewajibannya
yang timbul dari akad hawalah
kepada Bank, baik secara tunai
maupun secara tangguh/angsur
sesuai kesepakatan; atau
7) Alternatif 7
Dalam hal pengalihan hutang
menggunakan metode pembiayaan
ulang mengacu pada poin pengalihan
hutang.
- 128 -
Alternatif 6 dan 7 dapat digunakan
untuk take over modal kerja yang tidak
memiliki underlying asset sebagaimana
dimaksud pada alternatif 1 sampai
dengan alternatif 5. Nasabah
menyediakan sebagian dana untuk
pengalihan modal kerja dalam hal
pengalihan menggunakan akad
musyarakah, dana ini menjadi
kontribusi modal musyarakah nasabah.
b. Dalam hal pemindahan pembiayaan
nasabah dari lembaga keuangan syariah
ke Bank:
1) Alternatif 1 menggunakan akad
hawalah bil ujrah
a) nasabah yang memiliki utang
pembiayaan murabahah pada
suatu lembaga keuangan syariah
mengajukan permohonan
pengalihan utangnya kepada
Bank;
b) Bank setelah menyetujui
permohonan nasabah tersebut,
melakukan akad hawalah bi al-
ujrah dan membayar sebagian
atau seluruh utang nasabah
kepada lembaga keuangan syariah
pada waktu yang disepakati;
c) Nasabah membayar ujrah kepada
Bank atas jasa hawalah; dan
d) Nasabah membayar kewajibannya
yang timbul dari akad hawalah
kepada Bank, baik secara tunai
maupun secara tangguh/angsur
sesuai kesepakatan;
- 129 -
2) Alternatif 2 menggunakan akad IMBT
a) Nasabah yang memiliki utang
pembiayaan murabahah pada
suatu lembaga keuangan syariah
mengajukan permohonan
pengalihan utangnya kepada Bank
dengan akad IMBT;
b) Bank setelah menyetujui
permohonan nasabah tersebut,
membeli aset nasabah tersebut
yang dibeli dengan akad
murabahah dari lembaga
keuangan syariah, dengan janji
obyek tersebut akan disewa oleh
nasabah dengan akad IMBT;
c) Bank dan nasabah melakukan
akad IMBT; dan
d) Nasabah melunasi utang
pembiayaan murabahahnya ke
Bank;
3) Alternatif 3 menggunakan akad MMQ
a) Nasabah yang memiliki utang
pembiayaan murabahah pada
suatu Bank atau lembaga
keuangan syariah mengajukan
permohonan pengalihan utangnya
kepada Bank dengan akad MMQ;
b) Bank dan nasabah melakukan
akad MMQ dengan ketentuan
Bank menyertakan modal usaha
senilai sisa utang nasabah kepada
Bank atau lembaga keuangan
syariah, dan nasabah
menyertakan modal usaha dalam
bentuk barang yang nilainya sama
- 130 -
dengan sebagian utangnya yang
sudah dibayar kepada Bank; dan
c) nasabah melunasi utang
pembiayaan murabahahnya
kepada Bank;
d) nasabah menyewa barang yang
menjadi obyek syirkah
(musyarakah) dengan akad ijarah;
dan
e) Nasabah membeli hishshah modal
syirkah Bank secara bertahap;
atau
4) Alternatif 4
a) nasabah yang masih memiliki
pembiayaan di lembaga keuangan
syariah mengajukan permohonan
pengalihan modal kerjanya kepada
Bank;
b) Bank setelah menyetujui
permohonan nasabah tersebut,
melakukan akad mudarabah atau
musyarakah dengan nasabah;
c) nasabah menyediakan sebagian
dana untuk pengalihan modal
kerja dalam hal pengalihan
menggunakan akad musyarakah,
dana ini menjadi kontribusi modal
musyarakah nasabah; dan
d) Bank menyalurkan modal kerja
kepada nasabah.
Alternatif 4 hanya dapat digunakan
untuk take over modal kerja yang
tidak memiliki underlying asset
sebagaimana dimaksud pada
alternatif 1 sampai dengan
alternatif 3.
- 131 -
III. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Sederhana Lainnya
No.
Produk Bank
Definisi dan Karakteristik Umum
1.
Jual Beli Uang Kertas
Asing (Banknotes)
Definisi:
Kegiatan penjualan atau pembelian uang
kertas asing.
Akad:
Sharf.
Persyaratan:
a. Tidak dilakukan untuk tujuan spekulasi.
b. Terdapat kebutuhan transaksi atau
untuk berjaga-jaga (simpanan).
c. Nilai tukar (kurs) yang berlaku adalah
saat transaksi dilakukan.
d. Transaksi pertukaran uang untuk mata
uang berlainan jenis (valuta asing) hanya
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 31/DSN-
MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Utang.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-
MUI/III/2002 tentang Pembiayaan Al-
Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 90/DSN-
MUI/III/2002 tentang Pengalihan
Pembiayaan Murabahah antar Lembaga
Keuangan Syariah.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 89/DSN-
MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan
Ulang (Refinancing) Syariah.
- 132 -
dapat dilakukan dalam bentuk transaksi
spot.
e. Dalam hal transaksi pertukaran uang
dilakukan terhadap mata uang berlainan
jenis dalam kegiatan money changer,
maka transaksi harus dilakukan secara
tunai dengan nilai tukar yang berlaku
pada saat transaksi dilakukan.
Karakteristik:
a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak
yang menerima penukaran maupun
pihak yang menukarkan uang
dari/kepada nasabah.
b. Jual beli uang kertas asing dapat
dilakukan dengan tunai atau melalui
pendebetan rekening.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
Fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN-
MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang
(Al-Sharf).
2.
Agen Penjual Surat
Berharga Syariah Yang
Diterbitkan Pemerintah
Definisi:
Bank bertindak sebagai agen
penjualan/mitra distribusi surat berharga
syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
kepada nasabahnya, antara lain penjualan
Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN).
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
Persyaratan:
Bank memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang
terkait.
- 133 -
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 69/DSN-
MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 70/DSN-
MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara.
3.
Jual Beli Surat Berharga
Syariah
Definisi:
jual beli surat berharga syariah baik yang
diterbitkan oleh pemerintah, Bank
Indonesia, korporasi dan pihak asing sesuai
ketentuan yang berlaku.
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
Persyaratan:
a. Surat berharga berdasarkan Prinsip
Syariah (bukan surat berharga yang
bersifat utang berdasarkan bunga).
b. Untuk surat berharga syariah yang
diterbitkan oleh pemerintah harus
memenuhi Prinsip Syariah dan
ketentuan yang berlaku mengenai tata
cara transaksi surat berharga syariah
pemerintah dan penatausahaan surat
berharga syariah pemerintah.
c. Untuk pembelian surat berharga syariah
korporasi, jenis usaha yang dilakukan
oleh emiten penerbit surat berharga
syariah tidak boleh bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
d. Objek yang menjadi underlying asset dari
surat berharga syariah tidak boleh
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
- 134 -
Karakteristik:
Jual beli surat berharga dilakukan di pasar
keuangan sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang terkait baik dalam mata
uang rupiah maupun mata uang asing
lainnya.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DSN-
MUI/IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 33/DSN-
MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Mudarabah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 40/DSN-
MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 41/DSN-
MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah
Ijarah.
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 59/DSN-
MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah
Mudarabah Konversi.
f. Fatwa DSN-MUI Nomor 69/DSN-
MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara.
g. Fatwa DSN-MUI Nomor 70/DSN-
MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara.
h. Fatwa DSN-MUI Nomor 72/DSN-
MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara Ijarah Sale And Lease
Back.
i. Fatwa DSN-MUI Nomor 76/DSN-
MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset
to be Leased.
- 135 -
j. Fatwa DSN-MUI Nomor 94/DSN-
MUI/IV/2014 tentang Repo Surat
Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan
Prinsip Syariah.
k. Fatwa DSN-MUI Nomor 95/DSN-
MUI/VII/2014 tentang SBSN Wakalah.
l. Fatwa DSN-MUI Nomor 110/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli.
m. Fatwa DSN-MUI Nomor 124/DSN-
MUI/XI/2018 tentang Penerapan Prinsip
Syariah Dalam Pelaksanaan Layanan
Jasa Penyimpanan dan Penyelesaian
Transaksi Efek Serta Pengelolaan
Infrastruktur Investasi Terpadu.
4.
Transfer Dana
Definisi:
Bank yang menyelenggarakan kegiatan
transfer dana berupa rangkaian kegiatan
yang dimulai dengan perintah dari pengirim
asal yang bertujuan memindahkan
sejumlah dana kepada penerima yang
disebutkan dalam perintah transfer dana
sampai dengan diterimanya dana oleh
penerima.
Akad:
Wakalah bil Ujroh.
Persyaratan:
a. Bank memenuhi ketentuan yang
mengatur mengenai transfer dana.
b. Bank memiliki sistem penyelenggaraan
transfer dana yang memadai, terkait
dengan keamanan sistem, permodalan,
integritas pengurus, pengelolaan risiko,
dan/atau kesiapan sarana serta
prasarana.
- 136 -
Karakteristik:
a. Transfer dana dapat dilakukan melalui:
1) sistem BI-Real Time Gross Settlement
(RTGS);
2) Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI); atau
3) penyelenggara Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu (APMK) yang
menyediakan jasa transfer dana.
b. Bank dapat mengenakan biaya transfer
dana dengan memperhatikan aspek
kewajaran.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Wakalah.
5.
Kartu Pembiayaan
Syariah
Definisi:
APMK yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban
yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi,
termasuk transaksi pembelanjaan
dan/atau untuk melakukan penarikan
tunai, dimana kewajiban pembayaran
pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu
oleh issuer atau penerbit, dan pemegang
kartu berkewajiban untuk melakukan
pembayaran pada waktu yang disepakati
baik dengan pelunasan secara sekaligus
(charge card) ataupun dengan pembayaran
secara angsuran.
Kartu yang berfungsi seperti kartu kredit,
yang hubungan hukum (berdasarkan
sistem yang sudah ada) antara pihak
berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana
diatur dalam fatwa.
- 137 -
Akad:
a. Kafalah;
b. Ijarah; dan
c. Qardh.
Persyaratan:
a. Tidak digunakan untuk transaksi yang
tidak sesuai Prinsip Syariah.
b. Tidak mendorong pengeluaran
berlebihan dengan menetapkan limit
pembelanjaan.
Karakteristik:
a. Bank sebagai penerbit kartu sebagai kafil
bagi pemegang kartu terhadap merchant
atas semua kewajiban bayar yang timbul
dari transaksi antara pemegang kartu
dengan merchant, dan/atau penarikan
tunai selain Bank atau ATM penerbit
kartu. Atas pemberian kafalah, Bank
dapat menerima fee (ujrah kafalah).
b. Bank merupakan pemberi pinjaman
kepada pemegang kartu melalui
penarikan tunai dari Bank atau ATM
Bank.
c. Bank dapat menerima ujroh atas
penyedia jasa sistem pembayaran dan
pelayanan terhadap pemegang kartu
berupa membership fee.
d. Bank dapat menerima merchant fee dari
harga obyek transaksi atau pelayanan
sebagai upah/imbalan atas perantara,
pemasaran dan penagihan.
e. Bank boleh menerima fee dari pemegang
kartu atas pemberian kafalah.
- 138 -
f. Bank dapat mengenakan ta’widh (ganti
rugi) terhadap biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh Bank.
g. Bank dapat mengenakan denda
keterlambatan pembayaran yang akan
diakui seluruhnya sebagai dana sosial.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 54/DSN-
MUI/X/2006 tentang Syariah Card.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 11/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Kafalah.
c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
6.
Uang Elektronik
Definisi:
Instrumen pembayaran yang memenuhi
unsur sebagai berikut:
a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang
disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
b. nilai uang disimpan secara elektronik
dalam suatu media server atau chip; dan
c. nilai uang elektronik yang dikelola oleh
penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan.
Akad:
a. Wadi’ah.
b. Qardh.
Persyaratan:
a. Bank memiliki kemampuan mengelola
dana float sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
mengenai uang elektronik.
- 139 -
b. Bank memiliki sistem dan mekanisme
pencatatan dana float.
c. Bank memiliki sistem dan mekanisme
monitoring ketersediaan dana float.
d. Bank wajib memastikan pemenuhan
kewajiban secara tepat waktu.
e. Bank dapat mencatat dana float secara
terpisah dari pencatatan kewajiban lain
yang dimiliki oleh penerbit.
f. Bank menempatkan dana float pada
rekening yang terpisah dari rekening
operasional dan Bank pengelola dana
float dapat menggunakan dana tersebut
sesuai dengan ketentuan.
g. Bank tidak diperkenankan menjanjikan
pemberian imbalan atau bonus kepada
nasabah.
h. Dalam hal kartu yang digunakan sebagai
media uang elektronik hilang maka
jumlah nominal uang yang ada di
penerbit tidak boleh hilang.
i. Untuk pengguna uang elektronik
register, Bank dan pengguna dapat
menuangkan kesepakatan atas
penggunaan uang elektronik dalam
bentuk perjanjian
tertulis/formulir/bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu, sedangkan
untuk uang elektronik tidak teregister
tidak ada perjanjian tertulis antara Bank
dan pengguna.
j. Dana float tidak dijamin LPS.
k. Jumlah nominal uang elektronik yang
ada pada penerbit harus ditempatkan di
bank syariah.
- 140 -
l. Dalam hal kartu hilang, maka Bank
dapat melakukan proses penggantian
kartu hilang apabila pengguna
memenuhi keseluruhan persyaratan
yang ditetapkan oleh Bank pada saat
penggantian kartu.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
Fatwa DSN-MUI No: 116/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Uang elektronik
Syariah.
7.
Safe Deposit Box (SDB)
Definisi:
Jasa penyewaan kotak penyimpanan harta
atau surat berharga dalam ruang khasanah
Bank.
Akad:
Ijarah.
Persyaratan:
a. Barang-barang yang disimpan dalam
SDB merupakan barang berharga yang
tidak diharamkan dan tidak dilarang
oleh negara.
b. Bank dan nasabah menuangkan
kesepakatan penggunaan SDB dalam
perjanjian tertulis dan dapat juga
dilakukan secara lisan dan
perbuatan/tindakan yang
terdokumentasi serta dapat dilakukan
secara elektronik berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai Prinsip
Syariah dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Bank memiliki ruang khasanah sesuai
standar keamanan.
- 141 -
Karakteristik:
a. Bank dapat mengenakan biaya sewa atas
penggunaan SDB sesuai kesepakatan.
b. Bank dapat menambahkan perlindungan
asuransi kerugian.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
Fatwa DSN-MUI Nomor 24/DSN-
MUI/III/2002 tentang Safe Deposit Box.
8.
Traveller’s Cheque (TC)
Definisi:
Penerbitan cek perjalanan yang dapat
digunakan sebagai alat pembayaran.
Akad:
Wakalah/wadi’ah.
Persyaratan:
a. Bank memenuhi ketentuan yang
mengatur mengenai cek dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang
terkait.
b. Nasabah melengkapi formulir pembelian
atau penjualan TC.
c. Nasabah melakukan penandatanganan
TC di depan teller.
Karakteristik:
a. Bank dapat mengganti TC yang hilang
sesuai kebijakan Bank apabila pemegang
TC melaporkan kehilangan TC dan
meminta penggantian kepada Bank.
b. Bank dapat menerbitkan TC dalam mata
uang rupiah dan/atau valuta asing
(khusus untuk pembukaan dalam valuta
asing hanya berlaku bagi Bank yang
telah mendapat persetujuan untuk
melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing).
- 142 -
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 02/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Tabungan.
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Wakalah.
9.
Cash Management
Definisi:
Jasa atau layanan pengelolaan kas yang
diberikan kepada nasabah yang memiliki
simpanan pada Bank, dimana setiap
transaksi dilakukan berdasarkan perintah
nasabah.
Dalam hal ini Bank hanya diperkenankan
untuk bertindak sebagai pihak yang
melakukan pembayaran (paying agent)
berdasarkan perintah nasabah dan tidak
diperkenankan bertindak sebagai agen
investasi (investment agent) dana nasabah
baik secara konvensional dan/atau
berdasarkan Prinsip Syariah.
Layanan cash management dapat meliputi
payroll dan cash pick up and delivery.
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
10.
Layanan Nasabah Prima
Definisi:
Jasa atau layanan terkait produk dengan
keistimewaan tertentu bagi nasabah prima.
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
11.
Transaksi Valuta Asing -
Spot
Definisi :
Perjanjian jual/beli valuta asing secara
tunai dengan penyerahan atau penyelesaian
transaksi tidak lebih dari 2 (dua) hari kerja.
- 143 -
Akad:
Sharf.
Persyaratan:
a. Transaksi valuta asing spot tidak
dilakukan untuk tujuan spekulatif.
b. Transaksi valuta asing spot karena
terdapat kebutuhan transaksi atau
untuk berjaga-jaga (simpanan).
c. Nilai tukar (kurs) yang berlaku yaitu
pada saat transaksi dilakukan.
d. Transaksi pertukaran uang untuk mata
uang berlainan jenis (valuta asing) hanya
dapat dilakukan dalam bentuk transaksi
spot.
e. Dalam hal transaksi pertukaran uang
dilakukan terhadap mata uang berlainan
jenis dalam kegiatan money changer,
maka transaksi harus dilakukan secara
tunai dengan nilai tukar (kurs) yang
berlaku pada saat transaksi dilakukan.
Karakteristik:
a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak
yang menerima penukaran maupun
pihak yang menukarkan uang
dari/kepada nasabah.
b. Jual beli uang kertas asing dapat
dilakukan dengan tunai atau melalui
pendebetan rekening.
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
Fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN-
MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang
(Al-Sharf).
12.
Transaksi Lindung Nilai
Syariah Atas Nilai Tukar
Definisi:
Transaksi lindung nilai yang dilakukan
berdasarkan pada Prinsip Syariah dalam
- 144 -
rangka memitigasi risiko perubahan nilai
tukar atas mata uang tertentu di masa yang
akan datang. Transaksi lindung nilai dapat
dilakukan melalui mekanisme lindung nilai
sederhana ('aqd al tahawwuth al-basith)
atau mekanisme lindung nilai kompleks
('aqd al tahawwuth al murakkab).
Akad:
a. Aqd al tahawwuth al-basith.
b. Aqd al tahawwuth al murakkab.
Persyaratan:
a. Transaksi lindung nilai sederhana
merupakan transaksi lindung nilai
dengan skema forward agreement yang
diikuti dengan transaksi spot pada saat
jatuh tempo serta penyelesaiannya
berupa serah terima mata uang.
b. Transaksi lindung nilai kompleks
merupakan transaksi lindung nilai
dengan skema berupa rangkaian
transaksi spot dan forward agreement
yang diikuti dengan transaksi spot pada
saat jatuh tempo serta penyelesainnya
berupa serah terima mata uang.
c. Transaksi lindung nilai syariah
sederhana atas nilai tukar tidak
ditujukan untuk tujuan yang bersifat
spekulatif (untung-untungan).
d. Transaksi lindung nilai syariah
sederhana atas nilai tukar hanya dapat
dilakukan karena adanya kebutuhan
nyata pada masa yang akan datang
terhadap mata uang asing yang tidak
dapat dihindarkan (li al-hajah) akibat
dari suatu transaksi yang sah sesuai
- 145 -
dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dengan obyek transaksi
yang halal.
e. Hak pelaksanaan muwa'adah dalam
mekanisme lindung nilai tidak boleh
diperjualbelikan.
f. Transaksi lindung nilai syariah atas nilai
tukar hanya dapat dilakukan untuk
mengurangi risiko atas:
1) paparan (eksposur) risiko yang
dihadapi Bank karena posisi aset dan
liabilitas dalam mata uang domestik
dan mata uang asing yang tidak
seimbang;
2) paparan (eksposur) risiko yang
dihadapi Bank karena posisi aset dan
liabilitas dalam mata uang asing yang
tidak seimbang; dan/atau
3) kewajiban atau tagihan dalam mata
uang asing yang timbul dari kegiatan
yang sesuai Prinsip Syariah dan
ketentuan peraturan perundang-
undangan berupa:
a) perdagangan barang dan jasa di
dalam dan luar negeri; dan
b) investasi berupa direct investment,
pinjaman, modal dan investasi
lainnya di dalam dan luar negeri.
g. Nilai tukar atau perhitungan nilai tukar
harus disepakati pada saat saling
berjanji (muwa'adah).
h. Penyelesaian transaksi lindung nilai,
berupa serah terima mata uang pada
saat jatuh tempo dilakukan secara
penuh (full commitment). Penyelesaian
transaksi dengan cara muqashshah
- 146 -
(netting) hanya diperbolehkan dalam hal
terjadi perpanjangan transaksi (roll-over),
percepatan transaksi (roll-back), atau
pembatalan transaksi yang disebabkan
oleh perubahan obyek lindung nilai.
i. Mekanisme lindung nilai yaitu sebagai
berikut:
1) lindung nilai sederhana:
a) para pihak saling berjanji (muwa
'adah), baik secara tertulis
maupun tidak tertulis, untuk
melakukan satu kali transaksi spot
atau lebih pada masa yang akan
datang yang meliputi kesepakatan
atas:
i. mata uang yang
diperjualbelikan;
ii. jumlah nominal;
iii. nilai tukar atau perhitungan
nilai tukar; dan
iv. waktu pelaksanaan; dan
b) pada waktu pelaksanaan, para
pihak melakukan transaksi spot
(ijab-qabul) dengan harga yang
telah disepakati yang diikuti
dengan serah terima mata uang
yang dipertukarkan.
2) Lindung nilai kompleks:
a) para pihak melakukan transaksi
spot;
b) para pihak saling berjanji (muwa
'adah), baik secara tertulis
maupun tidak tertulis, untuk
melakukan satu kali transaksi spot
atau lebih pada masa yang akan
- 147 -
datang yang meliputi kesepakatan
atas:
i. mata uang yang
diperjualbelikan;
ii. jumlah nominal;
iii. nilai tukar atau perhitungan
nilai tukar; dan
iv. waktu pelaksanaan; dan
c) pada waktu pelaksanaan, para
pihak melakukan transaksi spot
(ijab-qabul) dengan harga yang
telah disepakati yang diikuti
dengan serah terima mata uang
yang dipertukarkan.
Karakteristik:
a. Pelaku transaksi lindung nilai syariah
atas nilai tukar dapat dilakukan oleh:
1) Lembaga Keuangan Syariah (LKS);
2) Lembaga Keuangan Konvensional
namun hanya sebagai penerima
lindung nilai dari LKS, dimana LKS
sebagai inisiator untuk tujuan
squaring;
3) Bank Indonesia;
4) Lembaga bisnis yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
dan/atau
5) Pihak lainnya termasuk pihak asing
yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Dalam hal forward agreement tidak
dipenuhi maka pihak yang tidak
memenuhi dapat dikenakan ganti rugi
(ta’widh).
- 148 -
Fatwa Dewan Syariah Nasional:
a. Fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN-
MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata
Uang (Al-Sharf).
b. Fatwa DSN-MUI Nomor 85/DSN-
MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa’d)
dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis
Syariah).
c. Fatwa DSN-MUI No 96/DSN-
MUI/IV/2015/tentang Al Tahawwuth
Al Islami Hedging.
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-
MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai
Ta’widh Akibat Wanprestasi.
13.
Layanan Keuangan
Digital
Definisi:
Layanan jasa sistem pembayaran dan
keuangan yang dilakukan oleh Bank yang
menerbitkan uang elektronik melalui kerja
sama dengan pihak ketiga serta
menggunakan sarana dan perangkat
teknologi berbasis mobile maupun berbasis
web untuk keuangan inklusif.
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
14.
Kerja Sama Pemasaran
Produk Asuransi
(bancassurance)
Definisi:
Bancassurance model bisnis referensi
merupakan kerja sama pemasaran produk
asuransi, dengan Bank berperan hanya
mereferensikan atau merekomendasikan
suatu produk asuransi kepada nasabah.
Peran Bank dalam melakukan pemasaran
terbatas sebagai perantara dalam
meneruskan informasi produk asuransi dari
perusahaan asuransi mitra Bank kepada
nasabah atau menyediakan akses kepada
- 149 -
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Mufli Asmawidjaja
perusahaan asuransi untuk menawarkan
produk asuransi kepada nasabah.
Akad:
Akad syariah yang sesuai.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2021
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIMBOH SANTOSO
LAMPIRAN III
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 /POJK.03/2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM
- 151 -
Bagan 1a. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank
- 152 -
Bagan 1b. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank (lanjutan)
- 153 -
Bagan 2. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank Dasar Baru
*) T = Tahun rencana penyelenggaraan Produk Bank.
- 154 -
Bagan 3. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru dengan Proyek Uji Coba Terbatas (Piloting Review)
*) T = Tahun rencana penyelenggaraan Produk Bank.
**) Otoritas Jasa Keuangan tidak mengeluarkan surat penegasan kepada Bank atas laporan yang disampaikan.
***) Contoh: Bank BMD memperoleh izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru pada tanggal 31 Agustus 2021, Bank harus
menyelenggarakan Produk Bank lanjutan baru yang telah memperoleh izin dimaksud paling lambat tanggal 28 Februari 2022
- 155 -
Bagan 4. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru tanpa Proyek Uji Coba Terbatas
*) T = Tahun rencana penyelenggaraan Produk Bank.
**) Contoh: Bank NST memperoleh izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru pada tanggal 31 Agustus 2021, Bank harus
menyelenggarakan Produk Bank lanjutan baru yang telah memperoleh izin dimaksud paling lambat tanggal 28 Februari 2022.
- 156 -
Bagan 5. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru Instant Approval
*) T = Tahun rencana penyelenggaraan Produk Bank.
**) Dalam hal tidak terdapat tanggapan lebih lanjut dari pengawas, Bank dapat menyelenggarakan Produk Bank. Otoritas Jasa
Keuangan dapat meminta Bank untuk tetap melakukan proses perizinan sebagaimana Bagan 3 atau Bagan 4 berdasarkan
pertimbangan tertentu.
***) Contoh: Bank LGP memperoleh izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru pada tanggal 31 Agustus 2021, Bank harus
menyelenggarakan Produk Bank lanjutan baru yang telah memperoleh izin dimaksud paling lambat tanggal 28 Februari 2022.
- 157 -
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Mufli Asmawidjaja
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2021
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIMBOH SANTOSO
LAMPIRAN IV
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 /POJK.03/2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM
- 159 -
I. Format Rencana Penyelenggaraan Produk Bank
RENCANA PENYELENGGARAAN PRODUK BANK
BANK ________________________
No.
Jenis
Produk
Bank
baru
1)
Rencana Waktu
Penyelenggaraan
2)
Tujuan/Manfaat
Keterkaitan
Produk Bank
baru dengan
strategi Bank
Deskripsi
Umum
3)
Risiko
yang
Mungkin
Timbul
Mitigasi
Risiko atas
Penerbitan
Produk Bank
baru
Rencana
Mekanisme
Penyelenggaraan
Produk Bank
baru yang akan
dilalui
4)
Bagi
Bank
Bagi
Nasabah
Keterangan:
1) Jenis Produk Bank diisi dengan tipe produk yang akan diselenggarakan. Contoh: tabungan, kredit dan/atau
pembiayaan, mobile banking, bancassurance, dan lain sebagainya.
2) Diisi dengan periode waktu tanggal, nama bulan, atau triwulan.
3) Deskripsi umum paling sedikit menggambarkan antara lain nama produk, fitur, dan model bisnis atas Produk
Bank.
- 160 -
4) Diisi dengan:
a) “0” untuk Produk Bank dasar baru, atau
b) ”izin dengan uji coba terbatas”/”izin tanpa uji coba terbatas”/ “izin dengan pemberitahuan” untuk Produk
Bank lanjutan baru. Untuk mekanisme penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru tanpa uji coba terbatas
atau izin dengan pemberitahuan wajib disertai dengan alasan yang mendasari.
Dalam hal diperlukan, penjelasan/uraian yang lebih rinci dapat dilampirkan pada lembaran terpisah.
- 161 -
II. Dokumen Permohonan Izin Penyelenggaraan Produk Bank
Lanjutan Baru / Permohonan Izin dalam Bentuk Pemberitahuan
Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru / Pendukung
Realisasi Penyelenggaraan Produk Bank Dasar Baru
1)2)
PERMOHONAN IZIN PENYELENGGARAAN PRODUK BANK LANJUTAN
BARU /PEMBERITAHUAN PENYELENGGARAAN PRODUK BANK
LANJUTAN BARU/REALISASI PENYELENGGARAAN PRODUK BANK
DASAR BARU
BANK : ______________________________________________
TAHUN : ______________________________________________
1. Dokumen yang memuat informasi umum mengenai Produk Bank baru,
paling sedikit memuat:
a. nama Produk Bank baru;
b. jenis Produk Bank baru;
c. waktu penyelenggaraan Produk Bank baru;
d. target pasar;
e. rencana/target nilai transaksi pada 1 (satu) tahun pertama; dan
f. informasi mengenai skim, fitur, model bisnis, atau karakteristik
Produk Bank baru.
2. Dokumen yang memuat informasi mengenai manfaat, biaya, dan risiko
Produk Bank baru, paling sedikit memuat:
a. manfaat dan biaya bagi Bank; dan
b. manfaat dan risiko bagi nasabah.
3. Dokumen yang memuat prosedur pelaksanaan (Standard Operating
Procedures) organisasi dan kewenangan untuk menyelenggarakan
Produk Bank baru.
4. Dokumen yang memuat rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan
penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT).
5. Dokumen yang memuat identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko yang melekat pada Produk Bank baru.
6. Dokumen yang memuat hasil analisis aspek hukum dan aspek
kepatuhan atas Produk Bank baru, termasuk dalam kaitannya dengan
pemenuhan aspek perlindungan konsumen.
7. Dokumen yang memuat penjelasan atas Sistem Informasi Akuntansi (SIA)
termasuk pencatatan akuntansi serta penjelasan tentang keterkaitan SIA
tersebut dengan SIA dan/atau sistem pencatatan akuntansi Bank secara
keseluruhan.
- 162 -
8. Dokumen yang menjelaskan aspek kesiapan operasional termasuk
sumber daya manusia dan teknologi informasi serta hasil uji coba Bank
(apabila ada) atas Produk Bank baru.
3)
9. Opini syariah dari dewan pengawas syariah terkait Produk Bank baru
bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.
10. Dokumen pendukung (terlampir)4):
a. …..
b. …..
dst.
Keterangan:
1) Jumlah halaman tidak mengikat, Bank dapat menguraikan lebih rinci
sesuai karakteristik Produk Bank baru.
2) Untuk persyaratan dokumen atas Produk Bank baru yang diatur
secara spesifik dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan,
penyampaian dokumen mengacu pada ketentuan dimaksud.
3) Kesiapan dan hasil uji coba terbatas harus dilampirkan dalam hal
Produk Bank baru diselenggarakan dengan proses permohonan izin
dengan melalui proyek uji coba terbatas.
4) Dokumen pendukung antara lain dokumen transparansi kepada
nasabah, perjanjian, persetujuan dari otoritas terkait atau salinan
bukti permohonan persetujuan atau izin kepada otoritas terkait, dan
dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pembuktian proyek uji
coba (proof of concept). Untuk bank umum syariah dan unit usaha
syariah, konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi dilampiri dengan
pendapat dari satuan kerja yang membidangi hukum yang
menyatakan bahwa konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- 163 -
III. Format Surat Pernyataan Bank atas Penyelenggaraan Produk
Bank Lanjutan Baru
PERNYATAAN BANK
Kami yang bertanda tangan di bawah ini, Direktur Kepatuhan dan Direktur
…………………… dari:
Nama Bank : ................................................................
Alamat : ................................................................
Telepon : ................................................................
dalam rangka penyelenggaraan Produk Bank baru:
Nama Produk Bank : ................................................................
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1. permohonan izin/ pemberitahuan beserta seluruh dokumen
permohonan izin/ pemberitahuan yang disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan, telah lengkap dan sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. permohonan izin/pemberitahuan yang disampaikan tidak memuat
pernyataan, informasi, atau fakta yang tidak benar atau menyesatkan;
3. seluruh proses penyelenggaraan Produk Bank dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. kami telah memahami segala risiko terkait Produk Bank yang kami
selenggarakan;
5. berkomitmen untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip
perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan Produk Bank yang
kami ajukan;
6. kami sebagai anggota Direksi bertanggung jawab atas segala
konsekuensi yang terjadi sebagai akibat pelaksanaan proyek uji coba
terbatas Produk Bank
*)
; dan
7. Dalam hal di kemudian hari diketahui data dan/atau informasi yang
disampaikan tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penyelenggaraan produk bank umum dan/atau
tidak benar dan/atau tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya
maka kami bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 164 -
……..…….. (tempat) , ………. (tanggal, bulan, tahun)
Direktur Kepatuhan Direktur ……………..
....................................... .....................................
(nama jelas dan tanda tangan) (nama jelas dan tanda tangan)
*) hanya dimuat dalam hal Bank mengajukan permohonan izin untuk menyelenggarakan
Produk Bank lanjutan baru dengan proyek uji coba terbatas.
- 165 -
IV. Format Surat Pernyataan Bank atas Laporan Rencana
Penyelenggaraan Proyek Uji Coba Terbatas
PERNYATAAN BANK
Kami yang bertanda tangan di bawah ini, Direktur Kepatuhan dan Direktur
…………………… dari:
Nama Bank : ................................................................
Alamat : ................................................................
Telepon : ................................................................
dalam rangka penyelenggaraan proyek uji coba terbatas Produk Bank baru:
Nama Produk Bank : ................................................................
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1. laporan rencana penyelenggaraan proyek uji coba terbatas yang
disampaikan adalah benar dan akan digunakan sebagai dasar
pelaksanaan proyek uji coba terbatas;
2. seluruh proses penyelenggaraan proyek uji coba terbatas dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. berkomitmen untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip
perlindungan konsumen dalam pelaksanaan proyek uji coba terbatas
atas Produk Bank yang kami laporkan, termasuk aspek transparansi
kepada target uji mengenai proyek uji coba terbatas;
4. kami sebagai anggota Direksi bertanggung jawab atas segala
konsekuensi yang terjadi sebagai akibat pelaksanaan proyek uji coba
terbatas Produk Bank;
5. Dalam hal di kemudian hari diketahui data dan/atau informasi yang
disampaikan tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penyelenggaraan produk bank umum dan/atau
tidak benar dan/atau tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya
maka kami bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 166 -
……..…….. (tempat) , ………. (tanggal, bulan, tahun)
a.n. Direksi Bank……
Direktur Kepatuhan
.......................................
(nama jelas dan tanda tangan)
- 167 -
V. Format Laporan Realisasi Penghentian Produk Bank
LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PRODUK BANK
BANK ________________________
No.
Nama Produk Bank
Waktu
Penghentian
1)
Alasan Penghentian Produk Bank
Tindak Lanjut atas
Penghentian Produk Bank
2)
Keterangan:
1) Diisi dengan periode waktu tanggal, nama bulan, atau triwulan.
2) Diisi penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh
kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya.
Dalam hal diperlukan, penjelasan/uraian yang lebih rinci dapat dilampirkan pada lembaran terpisah.
- 168 -
VI. Format Permohonan Izin/Laporan Kegiatan untuk Kepentingan Bank Sendiri
PERMOHONAN IZIN / LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN UNTUK KEPENTINGAN BANK SENDIRI
BANK ________________________
No.
Jenis Kegiatan
Bank
Waktu
Penyelenggaraan
1)
Tujuan/Manfaat Bagi
Bank
Risiko yang
Mungkin Timbul
Mitigasi Risiko atas Kegiatan untuk
Kepentingan Bank
Keterangan:
1) Diisi dengan periode waktu tanggal, nama bulan, atau triwulan.
Dalam hal diperlukan, penjelasan/uraian yang lebih rinci dapat dilampirkan pada lembaran terpisah.
- 169 -
VII. Dokumen Permohonan Izin / Laporan Kegiatan yang Dilakukan
untuk Kepentingan Bank Sendiri
1)2)
KEGIATAN YANG DILAKUKAN UNTUK KEPENTINGAN BANK SENDIRI
BANK : ______________________________________________
TAHUN : ______________________________________________
1. Dokumen yang memuat informasi umum mengenai Kegiatan Bank, paling
sedikit memuat:
a. nama kegiatan Bank;
b. jenis kegiatan Bank;
c. waktu pelaksanaan kegiatan Bank;
d. target pasar;
e. rencana/target nilai transaksi pada 1 (satu) tahun pertama; dan
f. informasi mengenai skim atau fitur atau model bisnis atas kegiatan
Bank.
2. Dokumen yang memuat informasi mengenai manfaat, biaya, dan risiko bagi
Bank.
3. Dokumen yang memuat prosedur pelaksanaan (Standard Operating
Procedures) organisasi dan kewenangan untuk melaksanakan kegiatan
Bank.
4. Dokumen yang memuat rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan
penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT).
5. Dokumen yang memuat identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan Bank, termasuk hasil
analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas kegiatan Bank.
6. Dokumen yang memuat penjelasan atas Sistem Informasi Akuntansi (SIA)
termasuk pencatatan akuntansi serta penjelasan tentang keterkaitan SIA
tersebut dengan SIA dan/atau sistem pencatatan akuntansi Bank secara
keseluruhan.
7. Dokumen yang menjelaskan aspek kesiapan operasional atas kegiatan Bank
seperti sumber daya manusia dan teknologi informasi.
8. Opini syariah dari dewan pengawas syariah terkait kegiatan Bank bagi bank
umum syariah dan unit usaha syariah.
9. Dokumen pendukung (terlampir)3)
a. …..
b. …..
dst.
- 170 -
Keterangan:
1) Jumlah halaman tidak mengikat, Bank dapat menguraikan lebih rinci
sesuai kebutuhan dan karakteristik kegiatan Bank.
2) Khusus untuk persyaratan dokumen atas kegiatan Bank yang diatur
secara spesifik dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, penyampaian
dokumen mengacu pada ketentuan dimaksud.
3) Dokumen pendukung antara lain perjanjian dan persetujuan dari
otoritas terkait atau salinan bukti permohonan persetujuan atau izin
kepada otoritas terkait.
- 171 -
VIII. Form Opini Syariah Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Nama Produk Bank Baru: ………………………
No
Keterangan
Opini
1.
Produk Bank baru mendasarkan pada fatwa DSN-MUI
2.
Kesesuaian Produk Bank baru dengan fatwa DSN-MUI
paling sedikit meliputi:
a. akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur
dalam akad yang digunakan;
b. obyek transaksi dan tujuan penggunaan;
c. kesesuaian penetapan bonus/nisbah bagi
hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang
digunakan, termasuk dalam hal diperlukan kaji
ulang terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah
(untuk produk penyaluran dana);
d. penetapan biaya administrasi; dan
e. penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti
rugi, potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan
terhadap agunan, apabila ada.
3.
Standar operasional prosedur Produk Bank baru terkait
dengan pemenuhan Prinsip Syariah.
4.
Hasil kaji ulang terhadap konsep
akad/perjanjian/formulir aplikasi Produk Bank baru
terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah.
Kesimpulan:
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)
(Dewan Pengawas Syariah) (Dewan Pengawas Syariah)
- 172 -
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Mufli Asmawidjaja
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2021
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIMBOH SANTOSO